Ajaran Moral dalam Tedhak Sinten

Sri Kustanti, S.Pd Guru SMA N 1 Kota Tegal
Sri Kustanti, S.Pd Guru SMA N 1 Kota Tegal

JATENGPOS.CO.ID , – Kata tedhak siten sudah tidak asing lagi ditelinga kita sebagai orang Jawa yang notabene sebagian besar masih berpegang teguh pada adat budaya setempat, akan tetapi banyak juga orang yang belum tahu apa sih tedhak siten? Tedhak siten ini merupakan salah satu warisan budaya leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan (selapan). Upacara ini di dhaérah lain di Nusantara juga ada, contohnya ada yang menamakan upacara injak tanah di daérah Jakarta oleh suku Betawi, ada juga yang menyebutnya “mudhun lemah” dan “udhun-udhunan”. Tedhak sitèn berasal dari kata tedhak, idhak utawa mudhun lan sitèn (dari kata siti) atau lemah (bumi). Upacara ini melambangkan anak yang bersiap menjalani hidup melalui tuntunan orang tua dan diselenggarakan bila umur anak sudah 7 selapan atau 245 hari (7 x 35 = 245).

Upacara tedhak sitèn diadakan karena adanya kepercayaan masyarakat Jawa bila tanah itu mempunyai makna ghoib dan dijaga oleh Bathara Kala. Untuk menghindari keadaan yang tidak baik maka diadakan upacara untuk mengenalkan putra-putrinya kepada Bathara Kala yang menjaga bumi. Diadakannya upacara ini lebih baik menurut weton atau hari lahir. Tidak lupa pula iringan doa dari orang tua, sesepuh, dan kerabat yang hadir.

Banyak ajaran moral yang terkandung dalam tedhak siten ini, dari awal pemilihan hari untuk diadakan upacaranya hingga ubarampe atau perangkat yang disajikan dalam upacara ini. Awal pemilihan hari diharapkan agar anak selamat dan menjalani kehidupannya tanpa halangan yang berat. Pelaksanaan tedhak siten ini diawali pagi hari dengan serangkaian ubarampe antara lain seperti jadah 7 warna, tebu wulung atau yang disebut tebu arjuna, penggaron, kembang setaman, kurungan jago, tikar, ayam bakar, gudhangan atau urap, alat tulis, perhiasan, bokor isi beras kuning dan uang receh, padi, kapuk, dan mainan.

Acara yang pertama, anak didampingi oleh orang tuanya untuk menginjakkan kakinya ke tanah yang sudah di letakkan didalam nampan atau wadah. Disini melambangkan pengenalan anak kepada penjaga bumi yaitu Bathara Kala agar dijaga kehidupannya. Yang kedua, anak melangkahkan kakinya diatas jadah 7 warna yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, ungu, dan merah muda atau pink. Warna ini melambangkan agar anak harus ingat bahwa hidup itu harus selalu waspada dari berbagai macam godaan yang menghampiri. Acara yang ketiga, anak naik tangga yang terbuat dari tebu wulung atau yang dinamakan anda tebu arjuna. Hal ini melambangkan mantapnya hati atau antebing kalbu, supaya saat menjalani kehidupan di dunia ini dengan mantap dan tebu arjuna melambangkan supaya anak yang menaiki tebu itu bisa mempunyai perilaku seperti Arjuna. Acara yang keempat setelah naik anda tebu arjuna adalah anak dimasukkan kedalam kurungan. Hal ini melambangkan hidup di dunia ini, di dalam kurungan diberi bermacam aneka mainan dan perangkat alat tulis seperti kertas, gunting, mainan atau alat tulis yang dipilih oleh anak menandakan nantinya akan mempunyai pekerjaan tersebut.

Acara yang kelima setelah itu anak dimandikan atau disebut siraman. Disini melambangkan untuk menyucikan raga dan jiwa, yang diharapkan bisa membawa nama harum keluarga seperti air bunga untuk acara siraman tadi. Acara yang terakhir atau yang keenam adalah udik-udik. Pada akhir acara orang tua dari si anak menyebar udik-udik yang berisi beras kuning yang dicampur dengan empon-empon, uang receh, dan bunga mawar, melati yang melambangkan agar anak nantinya suka menolaong sesama dan mau memberikan kelebian rizkinya kepada sesamanya yang membutuhkan.

Demikianlah ajaran moral yang terdapat dalam tedhak siten yang kiranya dapat memberikan pelajaran hidup kepada kita agar menjadi lebih baik lagi. Dan tidak lupa kepada sesama yang membutuhkan. Selalu semangat dan salam literasi.

Oleh: Sri Kustanti, S.Pd

Guru SMA N 1 Kota Tegal