Menulis Bisa Sebagai Media Katarsis

Esti Widyastuti, S.Pd Guru BK SMP Negeri 1 Sigaluh, Banjarnegara
Esti Widyastuti, S.Pd Guru BK SMP Negeri 1 Sigaluh, Banjarnegara

JATENGPOS.CO.ID, – Setiap hari kita akan mengalami  bermacam kejadian  di lingkungan tempat kita berada. Baik itu kejadian yang menyenangkan, mengharukan, menyedihkan, membuat kita marah ataupun yang biasa saja. Beberapa kejadian itu dipengaruhi oleh suasana hati kita juga. Bila suasana hati yang kita miliki lagi bagus, kemungkinan kejadian yang tidak menyenangkan akan terasa biasa saja. Kita bisa menimpali obrolan orang disekitar dengan ringan dan tanpa tendensi apa apa. Bahkan bisa menghangatkan suasana. Namun sebaliknya apabila hati lagi gundah alias sensi, sekecil apapun olokan akan membuat kita menjadi tersinggung dan marah. Yang berakhir dengan perasaan suntuk, kalut dan bahkan tidak jarang menimbulkan amarah dan dendam yang membara. Bagi mereka yang akalnya tidak dalam kondisi sehat, tentunya akan menimbulkan benturan dengan lingkungan sekitar. Terjadilah keributan yang berakhir dengan berbagai permasalahan. Begitu juga yang terjadi dengan siswa di sekolah. Karena awalnya berbagai kejadian itu adalah kesalahpahaman.

Dalam ilmu Psikologi dikenal ada istilah Katarsis. Istilah ini dipopulerkan oleh Sigmund Freud Pelopor Psikoanalisa. Yaitu salah satu teknik untuk menyalurkan emosi yang terpendam. Bisa juga berarti pelepasan kecemasan dan ketegangan dalam diri seseorang. Wujud katarsis ini bermacam macam. Ada yang dengan cara salah, misalnya  berteriak sekencang kencangnya, merusak dan menghancurkan benda, makan dengan porsi berlebih, menangis. Namun banyak juga dengan cara yang benar diantaranya adalah curhat kepada orang yang dipercaya, atau menulis. Mereka berharap setelah melakukan itu semua, seseorang akan mengalami kelegaan perasaan dan bisa kembali berfikir jernih.

Di sekolah, siswa berasal dari latar belakang keluarga yang beraneka. Tentunya  setiap hari mereka  akan mengalami berbagai kejadian.  Tidak setiap siswa bisa mengungkapkan semua yang dialami secara lesan. Ataupun bereaksi sebagai jawaban atas perlakuan yang diterima. Banyak yang hanya diam, pasrah, tanpa tahu harus berbuat apa. Terlebih untuk anak yang bertype kepribadian introvert atau tertutup .  Untuk itu alangkah bermanfaatnya bila di sekolah siswa dibiasakan untuk selalu mengungkapkan perasaan melalui tulisan. Dengan menulis siswa menjadi terbiasa untuk mengungkapkan semua perasaannya .

Dalam sebuah pelatihan kebahasaan yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah, disarankan agar siswa diberi tugas menulis setiap hari. Tentang apa saja. Boleh tentang kejadian yang dialami setiap hari atau tentang harapan dan cita cita kedepan. Dengan menulis, siswa akan dilatih untuk mengekspresikan perasaannya. Disamping juga untuk mengolah kata agar menjadi sebuah untaian kalimat yang indah dan bermakna. Banyak karya besar yang dihasilkan dari seorang penulis diawali dari catatan  sederhana yang dilakukannya setiap hari. Yang kemudian dibukukan oleh penerbit dan menjadi sebuah karya terkenal.

Maka marilah kita sebagai pendidik untuk membiasakan siswa setiap hari menuliskan apapun yang mereka rasakan. Terserah bentuk yang mereka pilih. Bisa berujud puisi, cerpen, fakta yang ada disekitar ataupun kisah fiktif.   Disamping untuk menyalurkan isi perasaan lewat tulisan juga bisa akan membuat kalimat yang keluar menjadi lebih tertata. Karya siswa bisa dituliskan dalam sebuah buku sehingga guru dan mereka sendiri bisa melihat kisah yang mereka alami dan melihat perkembangan hasil tulisannya.

Esti Widyastuti, S.Pd

Guru BK SMP Negeri 1 Sigaluh, Banjarnegara