Relawan Jokowi Ajak Masyarakat Hargai Perbedaan di Moment Maulud Nabi

Sekjen Relawan Nusantara Joko Widodo Dua Periode (RNJ2P), Diah Warih (tengah jilbab cokelat) mengajak masyarakat meneladani sifat Nabi Muhammad SAW dalam menghargai perbedaan di moment Maulud Nabi.
Sekjen Relawan Nusantara Joko Widodo Dua Periode (RNJ2P), Diah Warih (tengah jilbab cokelat) mengajak masyarakat meneladani sifat Nabi Muhammad SAW dalam menghargai perbedaan di moment Maulud Nabi.

JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Pada momen Maulud Nabi kali ini Relawan Calon Presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat untuk menghargai perbedaan yang ada di Indonesia, baik suku, ras, etnis, agama, kelompok hingga pandangan politik. Sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW selama menjadi pemimpin.

Sekjen Relawan Nusantara Joko Widodo Dua Periode (RNJ2P), Diah Warih mengatakan, tata negara yang dikembangkan Nabi Muhammad SAW memiliki komitmen tinggi terhadap pluralitas dan kemandirian masyarakat.

“Tanpa menghindarkan diri dari realitas perbedaan status kelompok, kelas sosial, etnisitas, ras, agama, paradigma masyarakat madani menawarkan pola hubungan egaliter, transparan, dan dialogis antara warga sebagai individu dan anggota komunitas. Nabi sudah sejak dulu mengajarkan pluralisme kepada umatnya dan kita sebagai umat Nabi harus mengikuti ajarannya. Apa yang telah dilakukan Nabi dalam membangun negara bisa dijadikan contoh pemimpin lainnya,” tandasnya.

Ia menuturkan, salah satu keteladanan nabi dalam memelihara pluralisme dapat dilihat saat Nabi Muhammad SAW memimpin Kota Madinah hingga mampu menjadikannya sebagai negara modern dan pusat ilmu pengetahuan.

Keberhasilan Nabi dalam membangun negara Madinah menjadikan negara itu dipuja dan dijadikan representasi negara modern, tidak terlepas dari strateginya ketika meletakkan fondasi dan konstruksi masyarakat madani yang diwujudkan dalam bentuk dokumen yang ‘Piagam Madinah’ (Mitsaq al-Madinah).

Dokumen tersebut memuat tentang wawasan kebebasan, tanggung jawab warga dalam pembelaan negara dari ancaman musuh, dan penguatan serta pemberdayaan komitmen sosial, politik, dan hukum.

“Satu hal lagi yang terpenting adalah menghargai perbedaan meskipun beda agama atau pluralisme.

Nabi dengan dasar tersebut tidak pernah menemukan ada warganya melakukan tindakan intoleran. Ini membuktikan ajaran nabi dalam membangun negara bisa diterima semua pihak. Agama Islam meskipun berkembang pesat pada saat itu tidak pernah dijadikan dasar negara. Dalam hal berpendapat juga dilakukan musyawarah mufakat dan menjunjung tinggi demokrasi,” urai Diah.

Karena itu, ia menilai keteladanan nabi terhadap pluralisme harusnya bisa diterapkan di Indonesia. Apalagi, lanjutnya, Indonesia dibangun dengan keberagaman dan menjunjung tinggi toleransi bergama dengan Pancasila sebagai dasar negara. Dan sebagai pemimpin memang sudah seharusnya semua suku dan agama diakomodasi dan menjalankan keyakinannya sesuai agamanya masing-masing dan dilindungi Undang-undang.

“Sebagaimana yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan mengajak generasi muda untuk berhijrah menuju ke era lebih baik berdasarkan semangat ajaran Nabi. Hijrah pesimistis ke optimistis, dari konsumtif ke pola-pola produktif dan hijrah dari kegaduhan ke persatuan,” tutupnya. (Jay/bis)