Stres Picu Kematian Ibu dan Bayi

Prof Soetrisno
Prof Soetrisno

JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Stres berlebihan yang dirasakan ibu hamil ternyata berisiko menimbulkan kematian. Pasalnya, distresss atau stress yang berbahaya bisa menimbulkan komplikasi persalinan dan pasca persalinan yang membahayakan nyawa ibu dan bayinya. Karena stres ternyata membebani kondisi kandungan, bahkan jika stres masih terbawa pasca melahirkan bisa memicu depresi yang dapat menimbulkan tindakan bunuh diri.

 “Ironisnya di Tanah Air sendiri masih banyak masyarakat yang abai terhadap kondisi ibu hamil. Padahal jika tidak segera ditangani distresss bisa meningkatkan risiko kecatatan, kesakitan hingga kematian ibu maupun bayi,” jelas Prof Soetrisno, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS).

Ia menuturkan, saat ini kematian ibu dan bayi di Indonesia relatif masih tertinggi di ASEAN, yaitu 315 per 100.000 kelainan hidup dan kematian bayi 22 per 1000 kelahiran hidup, dimana tiga kontributor utama karena preeklampsia/ hipertensi, perdarahan dan infeksi. Dan ketiga penyebab tersebut berakar dari rasa stress yang dirasakan para ibu hamil. “Dari hasil studi yang saya lakukan ternyata risiko kematian pada ibu hamil dan melahirkan bisa ditekan dengan cara mengatasi penyebabnya, yakni stres yang dirasakan dengan intervensi Psikokuratif. Dengan cara ini distress yang dirasakan diubah menjadi eustress atau stres positif,” paparnya.

Psikokuratif, lanjutnya adalah upaya pengobatan yang diciptakan dengan tujuan meyakinkan bila seseorang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menyesuaikan diri pada kondisi dan situasi kejiwaan mereka. Dan dilakukan dengan cara memberikan dukungan secara kognitif, sosial, spiritual dan fisik yang dapat meningkatkan stabilitas psikologis dan kemampuan hidup, termasuk kepada ibu hamil. “Intinya, bagaimana ibu hamil menjadi kuat secara spiritual dan fisik sehingga stressnya hilang,” jelasnya.

Psikokuratif sendiri ia dapatkan berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 ibu hamil selama kurun waktu tujuh bulan. Dimana 15 ibu hamil yang mendapat intervensi psikokuratif, kondisi fisik dan psikisnya jauh lebih baik dibandingkan 15 ibu hamil yang tidak mendapat intervensi.

“Karena itu, saya harapkan ke depan psikokuratif dapat di sosialisasikan dan dikerjakan oleh tenaga kebidanan (Bidan, Dokter), tenaga kesehatan lain, kader kesehatan serta tenaga lain,” ujar Soetrisno yang akan dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran ke 38 dan Guru Besar UNS ke 190. (jay/saf)