Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antar tahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka. Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Untuk itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasi dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna bisa dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks. Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah bukan merupakan tanggung jawab guru saja melainkan kepala sekolah, komite sekolah, orang tua wali murid dan masyarakat.
Upaya untuk mencapai usaha tersebut, maka guru bisa dikatakan sebagai komponen kunci utama dalam suatu proses pembelajaran yang dilakukannya. Dengan demikian, guru harus mampu mengembangkan diri secara kontinyu dan profesional supaya mampu melaksanakan program literasi dengan baik. Seorang guru tentunya harus bisa menumbuh kembangkan budaya literasi di sekolah serta bisa menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.
Menurut Clay (2001) dan Ferguson, komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media dan literasi visual. Dalam konteks Indonesia, literasi dini dibutuhkan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap selanjutnya. Kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan dan berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi. Literasi Perpustakaan (Library Literacy) yakni kemampuan memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam penggunaan perpustakaan, memahami informasi ketika sedang menyelasaikan sebuah tulisan, penelitian atau mengatasi masalah.
Kegiatan pembiasaan membaca pada SD Negeri 1 Tanjungtirta Punggelan Banjarnegara belum bisa berjalan sesuai harapan program yang diterapkan. Program membaca lima belas menit sebelum pelajaran juga jalan ditempat. Dari permasalahan tersebut maka penulis mencoba mencari alternatif yaitu dengan ‘JOKBECAK’ (Pojok Baca di Kelas) untuk meningkatkan minat baca anak peserta didik di SD Negeri 1 Tanjungtirta Punggelan. Dengan memanfaatkan ruang pojok kelas dijadikan seperti ruang perpustakaan, pojok ruang kelas bagian belakang ditata sedemikian rupa untuk menaruh buku-buku yang ada di gudang sekolah.
Langkah-langkah membuat JOKBECAK, pertama pojok ruang kelas bagian belakang diletakkan dua meja dikiri dan dua meja dikanan. Langkah kedua pada setiap pojokan dipasangi tulisan-tulisan yang dapat dijadikan motivasi bagi siswa. Langkah ketiga meletakan buku bacaan yang ada dan diberi kode pada setiap buku untuk memudahkan administrasi barangkali dipinjam siswa. Langkah keempat dibuat aturan dan tata tertib demi ketertiban selama melakukan aktivitas siswa dalam membaca buku yang ada. Setiap siswa diberi kartu merah untuk siswa laki-laki dan kartu merah untuk siswa perempuan sebagai alat untuk meminjam buku bacaan kalau ingin membawa buku untuk dibaca dirumah.
Sebelum menggunakan media ‘ JOKBECAK’ siswa cenderung malas untuk membaca, padahal sudah lama program literasi membaca limabelas menit sebelum pembelajaran diterapkan di SD Negeri 1 Tanjungtirta Punggelan. Padahal setiap hari siswa diberi motivasi dan himbauan agar gemar membaca buku untuk menambah wawasan. Sekarang setelah adanya ‘JOKBECAK’ siswa lebih sering membaca tanpa disuruh dan lebih senang berlama-lama di pojok kelas untuk membaca. Setelah adanya media ini program literasi di SD Negeri 1 Tanjungtirta Punggelan berjalan sesuai harapan.
.
Oleh :Roisatun Nadziroh, S.Pd.SD
Guru SD Negeri 1 Tanjungtirta Punggelan Banjarnegara