Salah satu aspek perkembangan anak yang diharapkan oleh orang tua adalah perkembangan penguatan karakter anak, terlebih dengan pesatnya teknologi di era globalisasi. Rhohmah (2018) menjelaskan bahwa pendidikan bagi anak usia dini memberikan upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan ketrampilan anak. Pendidikan anak usia dini adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spititual. Usia dini adalah masa perkembangan karakter fisik, mental dan spiritual anak mulai terbentuk. Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan sekitarnya terutama keluarga. Pada level konseptual, pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila”( Ramadhani, 2018). Pengembangan karakter anak bisa dicapai dengan beberapa metode pembelajaran yang relevan. Metode tersebut antara lain berupa pembiasaan karakter, pembelajaran kooperatif, pembelajaran yang menyenangkan, pemanfaatan media, penerapan tembang dolanan dan permainan tradisional.
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu jenjang pendidikan yang mengakomodir usia 0 sampai 6 tahun. Pada jenjang pendidikan ini terdapat dua jalur yaitu pendidikan formal melalui Taman Kanak-kanak (TK), dan jalur nonformal melalui Kelompok Bermain (KB). Keduanya tidak mempunyai perbedaan dalam proses pendidikannya. Tujuannya yaitu mengembangkan aspek anak yaitu kognitif, bahasa, nilai agama dan moral, fisik motorik, sosial emosional, dan seni. Dalam mencapai tujuannya, lembaga PAUD menyelenggarakan pendidikan yang menggunakan berbagai metode pembelajaran, salah satunya melalui permainan tradisional. Terkait dengan permainan tradisional, lebih lanjut Adi (2020) menjelaskan bahwa permainan tradisional merupakan warisan budaya bangsa yang sudah dimainkan sejak dulu. Permainan tradisional mampu menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak. Sebagai bagian dari pendidikan, guru sudah semestinya mengenalkan kepada anak tentang permainan tradisional tersebut. Terdapat beberapa macam permainan tradisional mulai dari olah pikir, bernyanyi, dan ketangkasan. Permainan tradisional terbukti sarat dengan makna dan muatan nilai positif untuk membentuk karakter anak sebagai generasi penerus bangsa. Penelitian Na’im (2016) menyimpulkan bahwa dengan bermain cublak-cublak suweng di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 44 dapat meningkatkan keterampilan sosial. Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disarankan untuk menggunakan permainan tradisional cublak-cublak suweng dalam memberikan pembelajaran terutama untuk meningkatkan keterampilan sosial anak usia dini. Lebih lanjut, Na’im menjelaskan bahwa permainan tradisional cublak-cublak suweng anak juga belajar berkomunikasi dengan temannya, sehingga bisa terlihat dari peningkatan bahasa anak. Saat bermain anak juga akan menyemangati dirinya sendiri sehingga berhasil dalam permainan cublak- cublak suweng. Selain itu anak- anak juga secara tidak langsung bisa mengembangkan aspek kognitifnya dengan. menghitung teman kelompoknya. Selain itu aspek seni pada diri anak juga berkembang melalui bernyanyi yang merupakan kegiatan seni untuk mengekspresikan kegembiraan anak dan meningkatkan kreativitas anak. Aspek lain yang bisa didapat yaitu aspek sosial, yang terlihat ketika anak melakukan kegiatan bersama dengan teman dalam kelompoknya. Mempertahankan hubungan yang sudah terbina, dan mencari pemecahan masalah yang dihadapi saat bermain dalam kelompok. Jadi pembelajaran permainan tradisional dapat mengembangkan karakter anak usia dini.
Oleh Dwi Susilowati, S.Pd.,M.Pd
Guru TK Dharma Wanita 3 Pojok