33.8 C
Semarang
Senin, 7 Juli 2025

Cegah Stunting, Dukung Penurunan Kemiskinan Ekstrem

JATENGPOS.CO.ID, BREBES – Stunting dinilai menjadi salah satu faktor penyebab mata rantai kemiskinan ekstrem di beberapa daerah, salah satunya di Kabupaten Brebes. Untuk itulah, Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ditjen IKP menggelar pertemuan dengan sejumlah warga di lima kecamatan yang memiliki angka kemiskinan cukup tinggi di kabupaten tersebut.

Dialog publik dengan tema Pencegahan Stunting untuk Mendukung Penurunan Kemiskinan Ekstrem itu digelar di Brebes Islamic Centre, Pasar Batang pada Kamis, kemarin, dihadiri perwakilan Karang Taruna dan Mahasiswa dari 5 kecamatan termiskin di Kabupaten Brebes, yakni Kecamatan Losari, Ketanggungan, Larangan, Bulakamba, serta Bantarkawung.

Dialog publik menghadirkan nara sumber dari tiga instansi pemerintah pusat maupun daerah, antara lain Drs Wiryanta Direktur IKPMK Kemkominfo, Ineke Tri Sulistyowati Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes dan R. Relarahayuningsih Kabid Pemsosbud Bappeda Pemerintah Kabupaten Brebes.

“Tak hanya mendapatkan pengetahuan mendalam tentang pencegahan stunting, masyarakat juga diharapkan teredukasi dengan baik setelah menerima bantuan kemiskinan ekstrem dari pemerintah. Bantuan dari pemerintah diantaranya melalui Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), serta Bantuan Langsung Tunai (BLT).” Kata Drs Wiryanta.

Baca juga:  Kiai di Jateng Peduli Pengendalian COVID-19, Gus Yasin Beri Apresiasi

Bantuan tersebut diharapkan digunakan secara tepat guna mencegah stunting untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM), bukan untuk yang lainnya.

Dalam kondisi itu, tumbuh kembang anak menjadi terhambat sehingga SDM tidak berkualitas. Akibatnya di masa yang akan datang, anak tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonominya hingga terus terjerat kemiskinan ekstrem.

Ineke Tri Sulistyowati Kepala DKK Brebes mengatakan, stunting merupakan kondisi ketidaksesuaian antara tinggi badan balita dengan pertumbuhan usianya. Gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun (balita) itu disebabkan lantaran mengalami kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terhitung sejak masih janin hingga berusia 23 bulan atau 1000 hari pertama kehidupan.

“Daya kognitif anak yang mengalami stunting akan menjadi lebih lambat dan tidak bisa disembuhkan. Hal itu sudah pasti akan mempengaruhi masa depannya,” ungkap Ineke.

Baca juga:  Saatnya Masjid Memakmurkan Umat

Untuk meminimalisasi prevalensi stunting di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai intervensi gizi spesifik dan sensitif. Sedangkan untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem, beberapa Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menunjukan angka stunting secara nasional mengalami penurunan sebesar 1,6 persen dari 27.7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021.

Meskipun demikian, angka ini masih di atas standar yang ditoleransi Badan Kesehatan Dunia WHO, yaitu di bawah 20 persen.

Kondisi itulah yang mendorong pemerintah menjadikan penurunan stunting sebagai prioritas pembangunan. Berbagai upaya percepatan penurunan stunting terus dilakukan melalui Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Dengan penerapan yang holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan, angka prevalensinya diharapkan dapat turun menjadi 14 persen pada tahun 2024.(dea/bis)

TERKINI

Rekomendasi

Lainnya