Pembelajaran merupakan bagian esensi di sekolah yang dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran guru melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Berdasarkan hasil supervisi di SD Negeri 2 Kebumen, proses pembelajaran siswa di dalam kelas terlihat belum efektif karena tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Pelaksanaannya, guru cenderung memberikan pelajaran satu arah kepada siswanya sehingga siswa banyak yang jenuh dan mengantuk, setelah di evaluasi hasil siswa dibawah kriteria ketuntasan minimal yang telah diterapkan. Ketika kepala sekolah di kantor, ada beberapa siswa ditiap kelasnya yang mengadu jika digoda oleh temannya, ironisnya ada guru yang mengajar di masing-masing kelas. Maka guru perlu berubah dalam pembelajaran.
Pembelajaran menurut Gasong (2018:12) sebagai proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam individu. Sedangkan menurut Kadir (2015:5) pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Jadi disimpulkan jika pembelajaran, suatu interaksi aktif antara guru dengan siswa dalam memperoleh pengetahuan berperan untuk mengubah perilaku.
Kurang etis rasanya jika kepala sekolah melakukan pembenahan dengan ceramah, seakan-akan menggurui guru lain yang lebih senior. Kepala sekolah menyadari jika tiap guru memiliki gaya mengajar masing-masing yang bisa dipetik dari segi positifnya berdasarkan pengalaman mengajar selama puluhan tahun dan ilmu yang mendasari ketika kuliah. Maka untuk mengubah cara mengajar dengan menggali potensi tiap guru melalui coaching. Menurut Whitmore (2013:4) Coaching merupakan kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu untuk belajar daripada mengajarinya. Dalam pelaksanaan coaching terdapat beberapa model, salah satunya model tirta. Menurut Wijayanti (2020:39) Tirta merupakan akronim dari T berarti Tujuan, I yaitu Identifikasi, R merupakan Rencana aksi, dan TA sebagai Tanggung jawab. Jadi Coaching yang digunakan yaitu model Tirta untuk menggali potensi guru dalam memaksimalkan kinerjanya dalam pembelajaran.
Langkah yang diterapkan, membuat jadwal coaching untuk tiap guru kelas dan mata pelajaran. Menentukan peran coaching, yaitu kepala sekolah sebagai coach dan guru sebagai coachee. Tiap pelaksanaa dimulai dengan menentukan tujuan umum, coach membuat pertanyaan kepada coachee tentang tujuan yang ingin diraih dalam kegiatan coaching terkait masalah pembelajaran. Coach mulai untuk membuat pertanyaan dalam tahap identifikasi, seperti “apa hambatan yang menghalangi bapak guru dalam meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan?”. Tahap ketiga, coach membuat pertanyaan tentang rencana aksi yang terkait rencana, prioritas, jangka waktu,dan ukuran keberhasilan. Tahap terakhir yaitu tanggung jawab, coach menanyakan tentang komitmen, pihak yang dapat membantu dan tindak lanjut untuk berubah.
Pada akhir coaching, guru diberi pertanyaan refleksi, jawaban guru merasa diperhatikan dengan diajak berkomunikasi untuk memilah dan memilih hasil pemikiran dalam mengatasi masalah pembelajaran. Setelah kegiatan coaching untuk semua guru selesai, hasil akhir yang diputuskan tiap guru dipraktekkan dalam pembelajaran tiap harinya. Kepala sekolah melakukan observasi dari luar kelas untuk mengetahui perubahan sebelum dan setelah coaching.
Hasil setelah kegiatan coaching, proses pembelajaran di SD Negeri 2 Kebumen lebih efektif. aktivitas pembelajaran dua arah dengan melibatkan siswa sebagai subyek belajar yang berperan aktif sehingga tidak ramai sendiri. Maka disimpulkan jika model tirta dalam kegiatan coaching dapat mengatasi masalah pembelajaran.
Oleh
Werdiningsih
Kepala SD Negeri 2 Kebumen
Pringsurat, Temanggung