JATENGPOS. CO. ID, SEMARANG – Geger pengiriman 1.047 mahasiswa dari 33 kampus di Indonesia magang ke Jerman, yang berbuntut dugaan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), juga pernah ditawarkan ke Universitas Ngudi Waloyo (UNW) Ungaran, kabupaten Semarang. Namun tidak ada mahasiswa yang mendaftar karena biayanya terlalu mahal.
Hal itu dikatakan Rektor UNW, Prof. Dr. Subyantoro, M.Hum, saat dimintai tanggapanya terkait program ferienjob (kerja parah waktu) yang bermasalah itu.
Menurut Prof Biyanto, sebenarnya program itu bagus untuk memberi kesempatan mahasiswa dalam dunia kerja luar negeri. Sayang agen pelaksananya tidak memberi layanan yang bagus. Sehingga terkesan eksploitasi manusia untuk mencari untung belaka.
“Program ini sebenarnya bagus, pernah ditawarkan ke UNW Januari lalu. Namun tidak ada mahasiswa yang mendaftar karena biayanya terlalu mahal hingga Rp 50 jutaan,” kata Prof Biyanto kepada Jateng Pos, di kampus UNW Jl Diponegoro No. 186,Ungaran Kabupaten Semarang, Rabo (27/3/2024).
Prof Biyanto bersyukur tidak ada mahasiswanya yang ikut program tersebut. Sehingga kampusnya tidak kena imbas negatif.
Menurutnya, model eksploitasi manusia itu terlihat dari tawaran yang diberikan. Biasanya jenis pekerjaan magang yang ditawarkan sangat menjanjikan di depan. Menawarkan jenis pekerjaan yang menggiurkan dengan gaji tinggi. Kerja di pabrik-pabrik atau pekerjaan yang mentereng. Biasanya juga menawarkan skema pembiayaan dengan hutang potong gaji jika sudah bekerja. Supaya korbanya terjerat dan tidak berani bersuara jika ada masalah.
“Tapi kenyataanya bekerja kasar dengan perjanjian yang sepihak di sana. Jenis pekerjaan yang tidak linier dengan mata kuliah mahasiswa. Padahal kalau tujuanya program magang ya harus terkait bidang kuliah yang digeluti, sehingga ada muatan kompetensi mahasiswa, ” tambahnya.
UNW mengakui banyak tawaran model kerja paroh waktu di luar negeri untuk mahasiswa. Tetapi tidak smua diambil karena faktor biaya dan kehati-hatian. Selama ini yang sudah berjalan lama adalah kerjasama dengan Jepang. Tetapi melalui agen resmi semisal LPK (Lembaga Pelatihan Kerja).
“Jadi sudah banyak mahasiswa kita yang kuliah sambil kerja di Jepang. Tetapi ya harus sesuai peminatanya, ini bagus sekali menurut saya. Masih kuliah sudah punya pengalaman kerja di Jepang, dapat gaji lagi. Kebanyakan yang ikut program ini adalah mahasiswa dari sastra Jepang, sehingga pas, “imbuhnya.
Menurut Prof Biyanto, sebetulnya yang lebih banyak mengambil program ferienjob model Jerman itu selama ini justeru SMK. Sudah lama berlangsung juga. Namun relatif tidak ada masalah karena skil yang dilibatkan anak SMK. Sehingga tidak protes ketika disana dipekerjakan secara kasar.
” Tapi kalau mahasiswa pasti protes lah, jauh-jauh ke Jerman impianya kerja sesuai mata kuliahnya, ternyata kerja kasar seperti kuli bangunan, “tambahnya.
Asal tahu, program kerja ferienjob (paruh waktu) berkedok magang ini rencananya akan dilaksanakan selama tiga bulan di Jerman. Para mahasiswa diminta membayar uang mencapai puluhan juta rupiah sebagai ongkos program. Ferienjob juga diklaim para sindikat sebagai bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Awalnya, peserta program mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB di kampus masing-masing. Saat mendaftar, mahasiswa diminta membayar Rp150 ribu ke rekening PT CVGEN dan membayar 150 Euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA terbit, korban harus membayar sebesar 200 Euro lagi kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit. Mahasiswa turut dibebankan dana talangan sebesar Rp30-50 juta dengan pengembalian dana melalui pemotongan upah kerja tiap bulan.
Tetapi karena di Jerman para mahasiswa berkerja tidak sesuai yang ditawarkan, akhirnya mengadu ke kedutaa RI. Akhrinya sampai ke tanah air dan jadi masalah. Pihak-pihak yang terlibat sindikat ini dijadikan tersangka. Ada lima WNI dan dua orang warga Jerman. Mabes Polri menilai dari praktek ini unsur-unsur TPPO sudah terpenuhi. Yakni mereka direkrut, ada manipulasi, kemudian menipu, dan tujuannya eksploitasi.
Merujuk UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dinyatakan bahwa perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. (jan)