JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Kelompok Kerja dan Layanan Profesional (KKLP) Pembinaan dan Bahasa Hukum, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, menyelenggarakan diskusi kelompok terpumpun (DKT) “Linguistik Forensik dalam Penyelesaian Masalah Hukum” di Hotel Ibis Style Simpanglima Semarang pada Rabu—Kamis, 9—10 Oktober 2024. Narasumber dalam diskusi tersebut adalah R. Dian Dia-an Muniroh, Ph.D., dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Dr. Muhammad Badrus Siroj, M.Pd., dosen Universitas Negeri Semarang(Unnes). Acara tersebut dihadiri mahasiswa dari beberapa universitas di Jawa Tengah, pegawai Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Ikatan Duta Bahasa Jawa Tengah, serta para pegiat bahasa di Jawa Tengah.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dr. Syarifuddin, M.Hum., menyampaikan pentingnya mempelajari ilmu linguistik forensik, khususnya bagi ahli bahasa. Salah satu bidang yang penting dikuasai sebagai seorang ahli bahasa adalah ilmu linguistik forensik.
“Linguistik forensik sebagai ilmu makrolinguistik, bidang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan unsur eksternal bahasa, merupakan salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat, khususnya dalam penyelesaian kasus hukum,” kata Syarifuddin dalam sambutan pembukaan di Hotel Ibis, Semarang, pada Rabu, 9 Oktober 2024.
Kegiatan DKT tersebut dibagi menjadi dua bagian dengan dua narasumber yang berbeda. Pada sesi pertama Dian Dia-an menjelaskan apa itu linguistik forensik dan peran ahli bahasa dalam kasus hukum di pengadilan.
“Kita harus berhati-hati dalam menganalisis sebuah bukti bahasa karena hasil analisis tersebut berhubungan dengan hajat hidup orang. Seseorang yang awalnya didakwa bersalah oleh pengadilan dapat dibebaskan karena hasil analisis tersebut dan begitu juga sebaliknya,” jelas Dian Dia-an.
Dian Dia-an menjelaskan beberapa contoh kasus bahasa dalam ranah hukum dan berbagai pendekatan analisis yang dapat digunakan untuk menentukan perkara hukum. Beberapa contoh kasus bahasa dalam ranah hukum yang dibahas dalam diskusi tersebut adalah ujaran kebencian dan pencemaran nama baik.
“Dalam mengklarifikasi apakah bentuk tuturan atau bukti bahasa tersebut masuk ke dalam ujaran kebencian atau tidak, para ahli bahasa harus melihat tingkat ujaran makna (lokusi) dan maksud (ilokusi),” terangnya.
Sementara itu, Muhammad Badrus Siroj menyampaikan pengalamannya sebagai seorang ahli bahasa yang sering dimintai sebagai ahli di pengadilan untuk berbagai penyelesaian masalah hukum yang berkaitan dengan bahasa. Dalam sesi diskusi bersama Badrus, peserta ditekankan untuk melakukan praktik dan berbagi pengalaman dalam menangagi beberapa kasus hukum.
“Ahli bahasa harus memahami pengisian berita acara keterangan (BAK) dan berita acara pemeriksaan (BAP) dalam sebuah kasus,” ujar Badrus.
Badrus juga berbagi cerita mengenai penanganan kasus hukum di pengadilan yang pernah ditangani. Dalam DKT tersebut juga dilakukan simulasi (role play) terkait dengan penanganan masalah di pengadilan yang melibatkan ahli bahasa.
Penulis: Ahmad Muzaki
Penyunting: Agus Sudono