Pengamat UGM:Gus Yasin Membawa Legitimasi Moral yang Sulit Ditandingi 

Gus Yasin dan ayahnya Mbah Maimoen Zubaer. Foto:dok/jatengpos

JATENGPOS. CO. ID, JOGJAKARTA – Kemenangan kubu 02 (Luthfi-Yasin) di pilgub Jateng tak lepas dari peran wakilnya Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin). Sebagai representasi pesantren dan ayahnya Mbah Maimoen Zubaer, Gus Yasin membawa legitimasi moral dan religius yang sulit tertandingi.

Hal itu dikatakan Muhamad Syakur, S.Sos., M. M. Sc., Pengamat Politik Universitas Gajah Mada (UGM), Sabtu 30 Nopember 2024.

Aktivis sosial dan politik itu menjelaskan, ketokohan Gus Yasin lebih karena  representasi ayahnya, Mbah Moen, seorang ulama besar yang dihormati di Jawa Tengah, khususnya di kalangan Nahdlatul Ulama (NU).

Pengamat politik UGM Muhamad Syakur. Foto:ist/jatengpos

“Sehingga membentuk jaringan religius dan sosial yang luas melalui pesantren, organisasi keagamaan, dan komunitas yang mengagumi Mbah Moen. Buktinya, baliho kampanye 02 tak lepas dari sosok dan  foto Mbah Moen,” imbuhnya.


Berikut petikan wawancara lengkap dengan Muhamad Syakur, soal faktor kemenangan paslon 2 Luthfi Yasin, di pilgub Jateng:

Tanggapan terhadap Pilkada Jawa Tengah yang dimenangkan Luthfi-Yasin?

Baca juga:  Mengenal Santri Gayeng Nusantara, Faktor Penting Kemenangan Luthfi-Yasin

Pilkada Jawa Tengah 2024 mencerminkan dinamika politik yang kompleks. Dimana preferensi masyarakat tidak hanya didasarkan pada program kerja atau pencapaian kandidat, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel sosial, budaya, dan religius. Ketokohan lokal, terutama figur dengan basis keagamaan, memainkan peran signifikan dalam memobilisasi dukungan.

Faktor kemenangan 02 lebih pada apa?

Kemenangan pasangan 02, Ahmad Luthfi dan Gus Yasin, bisa dijelaskan melalui beberapa faktor:

1. Ketokohan Gus Yasin sebagai representasi dari Mbah Moen, seorang ulama besar yang dihormati di Jawa Tengah, khususnya di kalangan Nahdlatul Ulama (NU).

Jaringan religius dan sosial yang luas melalui pesantren, organisasi keagamaan, dan komunitas yang mengagumi Mbah Moen.

2. Kombinasi figur pemimpin birokrat (Ahmad Luthfi sebagai Kapolda Jateng) dengan figur religius memberikan daya tarik ganda (Gus Yasin), mencakup basis pemilih pragmatis dan ideologis.

3. Srategi kampanye yang fokus pada pendekatan kultural-religius berhasil menyentuh hati pemilih di kantong-kantong tradisional Jawa Tengah.

Baca juga:  Jumlah Sekolah Swasta Gratis di Kota Semarang akan Ditambah pada 2025

Siapa yang lebih dikenal: Ahmad Luthfi atau Gus Yasin?

Secara umum, Ahmad Luthfi lebih dikenal di kalangan birokrasi, aparat keamanan, dan pemilih rasional perkotaan. Sebaliknya, Gus Yasin lebih terkenal di kalangan masyarakat berbasis keagamaan, terutama NU, yang menjadi mayoritas di Jawa Tengah. Namun, Gus Yasin memiliki daya tarik emosional lebih kuat karena posisinya sebagai putra Mbah Moen.

Pengaruh suara Gus Yasin sebagai putra Mbah Moen sejauh mana?

Pengaruh suara Gus Yasin sangat signifikan. Sebagai putra Mbah Moen, ia membawa legitimasi moral dan religius yang sulit ditandingi. Hal ini membuatnya menjadi magnet suara di kalangan pesantren, ulama, dan komunitas tradisional, khususnya di daerah Pantura dan pedesaan yang menjadi basis NU.

Apakah kemenangan 02 karena Gus Yasin atau Pak Luthfi?

Kemenangan ini adalah hasil kombinasi keduanya. Ahmad Luthfi memberikan pengalaman kepemimpinan dan kemampuan teknokratik yang meyakinkan pemilih rasional. Sedangkan Gus Yasin membawa faktor emosional dan legitimasi kultural-religius dari ketokohan Mbah Moen. Meski demikian, variabel Gus Yasin sebagai simbol ketokohan Mbah Moen lebih dominan dalam memenangkan basis massa yang loyal.

Baca juga:  Relawan Alap-alap Jokowi Bersihkan Sampah Usai Pengundian Nomor Urut Paslon di KPU Jateng

Apa yang harus dilakukan Luthfi-Yasin yang telah dinyatakan menang secara real count?

Setelah kemenangan dinyatakan, pasangan 02 harus segera melakukan 4 hal:

1.Menyusun tim transisi yang solid untuk memastikan kelanjutan program pembangunan Jawa Tengah dengan menitikberatkan pada kesejahteraan rakyat.

2.Merangkul semua pihak, termasuk lawan politik, untuk menciptakan pemerintahan yang inklusif dan memperkuat persatuan.

3.Memanfaatkan legitimasi keagamaan dan birokrasi untuk memperkuat komunikasi publik dan konsolidasi ke bawah, agar masyarakat merasa terwakili dan dilibatkan dalam pembangunan daerah.

4.Memastikan program kerja yang sesuai dengan janji kampanye, terutama terkait sektor pendidikan, kesehatan, dan penguatan ekonomi masyarakat. (*/jan)