JATENGPOS. CO.ID,WONOGIRI – Gelombang penolakan terhadap rencana pembangunan pabrik semen di Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, terus bergulir.
Puluhan warga yang tergabung dalam Paguyuban Tali Jiwo awalnya berencana melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Wonogiri pada Senin (14/4/2025). Namun, mereka akhirnya diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dalam forum dengar pendapat (FDP) di ruang paripurna DPRD.
Forum ini menjadi wadah resmi bagi warga yang menolak proyek tersebut untuk menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap dampak sosial dan lingkungan yang mungkin timbul.
Juru bicara Paguyuban Tali Jiwo, Suryono, menyoroti minimnya transparansi dalam proses perencanaan proyek. Ia mempertanyakan bagaimana proyek sebesar itu bisa berjalan tanpa sosialisasi yang memadai kepada warga terdampak.
“Kalau dilihat dari kapasitas produksinya yang sangat besar, dampaknya pasti luar biasa bagi lingkungan. Tapi anehnya, masyarakat tidak diberi informasi apa-apa,” ujar Suryono di hadapan anggota dewan.
Suryono juga mengkritik proses pembebasan lahan yang dinilainya dilakukan secara diam-diam tanpa menjelaskan peruntukannya kepada masyarakat. Ia menyebut banyak petani kini hidup dalam kecemasan karena belum tahu nasib lahan garapan mereka.
“Studi banding hanya dilakukan segelintir orang, sementara mayoritas warga tidak dilibatkan dalam penyusunan AMDAL maupun konsultasi publik,” tambahnya.
Sebagai bentuk penolakan, warga telah memasang spanduk protes di berbagai titik. Suryono menyebut tindakan itu bukan semata-mata penolakan, melainkan juga cara untuk mengedukasi masyarakat sekitar agar lebih peduli terhadap masa depan lingkungan dan kehidupan sosial mereka.
Namun di sisi lain, pihak pengembang proyek menyampaikan bahwa pabrik semen Pracimantoro justru akan mengadopsi teknologi ramah lingkungan, yaitu Zero Run Off System (ZROS), yang diklaim mampu menahan limpasan air hujan dan mencegah banjir serta kekeringan.
“Dengan teknologi ini, air hujan akan diresapkan ke dalam tanah dan menjadi cadangan air, bukan mengalir ke pemukiman,” jelas Prof. Dr. Budi Sulistyo, seorang pakar lingkungan yang terlibat dalam proyek tersebut.
Proyek pembangunan pabrik semen ini sendiri dinilai sebagai bagian dari program strategis nasional dengan nilai investasi mencapai Rp6 triliun. Dua perusahaan—PT Sewu Surya Sejati (SSS) dan PT Anugerah Andalan Asia (AAA)—akan mengoperasikan pabrik tersebut dengan kapasitas produksi hingga 4,2 juta ton semen per tahun, memanfaatkan lahan tambang batu gamping seluas 500 hektare yang diklaim memiliki cadangan bahan baku cukup untuk 70 tahun ke depan.
Direktur PT SSS dan PT AAA, Suwadi Bing Andi, menegaskan bahwa semua izin, termasuk AMDAL, telah dikantongi, dan perusahaan saat ini tengah menyelesaikan pembebasan lahan.
“Pro dan kontra itu wajar, tapi kami pastikan proyek ini membawa manfaat ekonomi jangka panjang bagi masyarakat Pracimantoro dan Wonogiri secara keseluruhan,” katanya.
Meski begitu, bagi warga yang merasa terancam kehilangan ruang hidup dan mata pencaharian, persoalan ini jauh dari sekadar hitungan investasi. Perjuangan mereka untuk mempertahankan tanah, udara, dan air yang bersih masih akan terus berlanjut.(dea/jan)








