JATENGPOS.CO.ID, JAKKARTA – Kitab suci agama apa saja tidak boleh dijadikan sebagai barang bukti karena selain mengurangi kesakralannya juga akan menimbulkan masalah baru, kata Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Konstitusi dan Negara (LASINA) Tohadi.
“Dalam norma agama apa pun, kitab suci, demikian halnya Al Quran, itu sesuatu yang sakral dan sangat dijaga oleh para pemeluknya. Maka jangan sampai diperlakukan sama seperti barang bukti lainnya,” kata Tohadi di Jakarta, Minggu.
Menurut pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Pamulang (UNPAM) Tangerang Selatan itu, penegakan norma hukum tidak boleh melanggar norma agama, tetapi justru harus sejalan dengan penghormatan kepada agama.
Terlebih, lanjut dia, Indonesia selain menganut negara hukum juga sebagai negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan itu ditegaskan dalam Pasal 29 ayat 1 UUD 1945.
Ditemukannya Al Quran di tempat terduga pelaku teroris, menurut Tohadi, tidak ada kaitannya dengan perbuatan pidana yang dilakukan bersangkutan.
“Sebab, Al Quran justru sebagai petunjuk bagi para pemeluknya menuju jalan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Al Quran juga sebagai pembeda antara yang baik dan buruk, antara yang benar dan salah,” katanya.
Ia mengapresiasi pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto yang menyatakan bahwa Polri akan mengevaluasi penyertaan Al Quran sebagai barang bukti.
“Niat Polri yang akan mengevaluasi penyertaan Al Quran sebagai barang bukti sebagaimana diutarakan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto harus diacungi jempol,” katanya. (hfd/ant)