JATENGPOS.CO.ID, TAK banyak yang tahu, di balik kepungan rob dan aroma laut yang khas, warga pesisir Tambakrejo, Semarang, perlahan menulis kisah perubahan. Mereka tak lagi sekadar bertahan dari abrasi, tapi mulai menata masa depan dengan akar yang tertanam di lumpur mangrove. Di situlah Kelompok CAMAR, Cinta Alam Mangrove Asri dan Rimbun, bermula.
Adalah Juraemi, tokoh lokal yang melihat bahwa lingkungan harus menjadi bagian dari perjuangan hidup. Bersama warga, ia mendirikan CAMAR pada 2011, dan hingga kini didapuk sebagai Ketua Kelompok CAMAR.
“Waktu itu ada program CSR dari Pertamina, tapi belum menyentuh aspek lingkungan. Kami pikir, harus ada yang mulai bergerak,” ujar Juraemi, ditemui Jateng Pos saat Kegiatan Penanaman 2.275 Bibit Mangrove Dalam Rangka Memperingati Hari Mangrove Sedunia Tahun 2025 di Balai Edu, Wisata Tambakrejo, Semarang Senin (28/7/2025).
Berawal dari semangat itu, CAMAR kini menjadi motor gerakan konservasi sekaligus pemberdayaan ekonomi. Bersama 24 anggota, dengan 12 di antaranya yang aktif, mereka menanam, merawat, dan mengubah kawasan mangrove menjadi ruang hidup baru yang lestari.
Pada 2019, perjalanan kelompok ini menapaki babak baru. Pertamina hadir memberikan dukungan besar berupa pemberian bibit mangrove berkelanjutan, serta pembangunan jogging track yang melintasi rimbun mangrove. Dari sinilah lahir Eduwisata Mangrove Tambakrejo.
“Saya lihat sekarang anak-anak muda bisa ikut belajar, pengunjung datang. Dulu siapa yang mau ke sini selain nelayan?” kata Juraemi tersenyum.
Kawasan ini kini bukan hanya tempat berwisata, tapi juga ruang edukasi untuk pelajar, mahasiswa, hingga peneliti dari luar negeri. Tercatat, kampus seperti IPB, Unpad, hingga peneliti dari Kanada dan Prancis pernah datang meneliti potensi mangrove Tambakrejo.
Nelayan Jadi Pemandu, Ibu-Ibu Punya Produk Sendiri

Dampaknya perlahan menyebar. Nelayan yang dulu hanya menggantungkan hidup dari tangkapan laut, kini menjadi pemandu wisata mangrove, mengantar tamu menelusuri ekosistem pesisir dengan perahu kayu.
“Kalau laut sedang sepi, bisa bantu antar pengunjung. Alhamdulillah, tetap ada pemasukan,” ujar Amron, salah satu nelayan yang sudah menekuni profesinya selama 30 tahun di pesisir Tambakrejo.
Di sisi lain, para ibu rumah tangga tak tinggal diam. Mereka diajak mengolah hasil mangrove menjadi camilan dan produk lokal. Daun mangrove yang dulu dianggap tak berguna kini menjadi keripik, jus, bahkan bahan batik.
Sitatun, salah satu ibu rumah tangga di Tambakrejo, mengaku kehidupannya jauh lebih baik di bawah kelompok CAMAR yang dibina Pertamina.
“Dulu ya hanya di rumah. Sekarang bisa bikin keripik, bantu suami juga. Tiap minggu ada yang beli, apalagi kalau ada rombongan wisata,” tuturnya bangga.
Produk UMKM yang lahir dari tangan ibu-ibu di bawah Kelompok CAMAR antara lain, terasi, bandeng presto, keripik mangrove, dan aksesoris dari kerang hijau. Tersedia juga makanan khas “Gosir” atau “Sego Pesisir”.
*CAMAR Tidak Terbang Sendiri*
Dalam kesempatan yang sama, Taufiq Kurniawan, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah menuturkan, CAMAR merupakan gambaran ideal dari CSR yang berkelanjutan. Program ini sejalan dengan inisiatif pemerintah “Mageri Segoro” dan visi lingkungan berkelanjutan.
“Kami percaya mangrove tak hanya untuk menahan abrasi, tapi juga bisa jadi makanan, kerajinan, bahkan wisata. Eduwisata ini menciptakan ekosistem baru yang berdaya,” tukas Taufiq.
Ditambahkan, Pertamina tidak hanya memberi bantuan bibit atau bangunan. Dukungan itu juga termasuk pelatihan, penguatan kelembagaan, hingga promosi wisata dan UMKM.
“Yang kami dukung adalah semangat warga. Dan itu terlihat di Tambakrejo. Lebih dari 150.000 bibit mangrove sudah kami salurkan sejak 2011, diiringi program pemberdayaan masyarakat,” ungkapnya.
Senada, Rianu, Kepala Dinas Perikanan Kota Semarang, menekankan pentingnya keberlanjutan.
“Menanam itu mudah. Merawat jauh lebih sulit. Tapi warga Tambakrejo sudah membuktikan keseriusannya,” ujarnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Camat Semarang Utara, Siwi Wahyuningsih, yang menilai keberadaan CAMAR membawa semangat kolektif baru dalam pengelolaan lingkungan dan ekonomi.
Sementara, Lurah Tanjung Emas, Sony Yuda, menilai gerakan CAMAR seharusnya menjadi inspirasi. Namun ia mengingatkan, kelompok ini tidak bisa dibiarkan terbang sendirian.
“Masalah rob dan sampah tidak bisa ditangani satu kelompok. Semua warga harus ikut bergerak. Kita ini punya potensi besar. Kalau bersatu, Tambakrejo bisa jadi contoh nasional,” katanya.
Pemerintah kota dan pusat, lanjut Sony, juga terus mengupayakan langkah strategis untuk mencegah dampak rob berkepanjangan, termasuk program relokasi dan penguatan zona hijau pesisir.
Dari hutan mangrove yang rimbun, masyarakat Tambakrejo telah menunjukkan bahwa pelestarian lingkungan dan penguatan ekonomi bisa berjalan beriringan. Lewat CAMAR, mereka tak hanya menanam pohon, tapi juga menanam harapan, menyemai kemandirian, dan menuai masa depan yang lebih lestari.(Aning Karindra)