JATENGPOS.CO.ID, UNGARAN- Membidik potensi Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang yang melimpah hasil pertanian sayur-sayuran, perajin tumpi Karangbolo, Kecamatan Ungaran Barat mencoba tranformasi mengolah tumpi (rempeyek, red) dari bahan sayuran.

Semula berkutat pada bahan kacang ijo, kacang tanah, rebon dan teri, lambat-laun berupaya menampilkan varian baru dari bahan hasil pertanian itu.
Awalnya berinovasi membuat keripik tempe dari bahan kedele, berlanjut keripik bayam, bahkan varian terbaru lagi boombing adalah keripik pare. Pengembangan dari bahan sayur sudah berjalan sekitar 4 tahun, dan varian pare paling banyak peminatnya.
Sayuran berasa pahit ini mampu disulap menjadi camilan gurih dan renyah. Salah satu perajin tumpi Karangbolo, Muawanah (56) mengakui keripik pare tidak pernah sepi peminat. Bahkan, ia mendapatkan pesanan rutin dari SMKN 2 Kota Semarang untuk didisplay di sekolah. Juga melayani pesanan dari berbagai outlet dan lewat pemasaran online.
“Keripik pare bahannya sama menggunakan adonan tumpi. Cuma isian biasanya pakai kacang kita ganti sayur pare. Cara mengolahnya saja yang sedikit ribet, harus terlebih dulu menghilangkan rasa pahitnya,” ujar Muawanah yang sudah menekuni usaha tumpi sejak tahun 2005 ini.
Ia memulai memproduksi setelah terlebih dulu uji coba menghilangkan getah pahit pare. Cara digunakan merendam pare ke dalam air hangat dicampur garam. Itu pun masih dilakukan proses penirisan agar rasa pahitnya benar-benar hilang. Cara tersebut juga digunakan perajin tumpi lainnya.
“Pernah juga membuat keripik dari kembang kates (pepaya) tapi kurang diminati. Padahal tidak sulit mencari bahannya, mungkin karena rasanya masih asing,” ungkapnya.
Mitwa Amir (39) perajin tumpi yang juga Kepala Dusun Karangbolo, mengatakan perajin membuat keripik pare butuh kesabaran. Jika tergesa-gesa dan kurang teliti akan menyisakan rasa pahit. Diakui, inovasi baru ini tengah digencarkan para perajin.
Pemilik tumpi merek Selera ini memproduksi untuk memenuhi pesanan di outlet-outlet besar, diantaranya outlet Tahu Baxo Ibu Pudji Ungaran, Cimory, Bandeng Presto Yuwana Semarang, dan lainnya.

Eksis memproduksi keripik pare tidak sekedar memenuhi pesanan, lebih itu ia berkeinginan turut membantu petani sayuran pare sekitar. Tidak hanya membeli sayuran dari Bandungan, petani di sekitar desa Lerep yang berada di lereng gunung Ungaran juga banyak bertani pare.
Disebutkan, dari sebanyak 55 unit perajin tumpi tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mekar Jati, sebagian besar familier memproduksi keripik pare. Meski awalnya pada kesulitan karena prosesnya ribet. Tapi melihat potensi sayuran ini sangat melimpah jadi tertarik memproduksi.
“Tanaman pare paling mudah tumbuh dan dibudidaya, tidak hanya di kebun, di pekarangan rumah juga banyak yang menanam. Kemudahan mendapatkan bahan baku menjadi penyemangat perajin, di samping peminatnya banyak karena pare juga berkhasiat,” jelasnya.
Di tempat usaha rata-rata setiap hari memproduksi sebanyak 30 kg aneka tumpi, diantaranya juga ada keripik pare. Semua harga tumpi termasuk keripik bayam per bungkus kemasan 200 gram dijual Rp 15.000,-, kecuali pare lebih mahal yakni Rp 15.500,- karena prosesnya rumit dan lebih banyak menyerap minyak goreng.
“Tumpi produk saya mungkin lebih mahal dari kebanyakan perajin, tapi lihat dulu bahan-bahan kita gunakan pilihan termasuk minyak goreng. Kita memasarkannya juga kelas menengah ke atas, untuk outlet-outlet besar. Plastik kemasan juga lebih tebal dan packinging,” tandasnya. (muz)











