25.9 C
Semarang
Kamis, 13 November 2025

Diskusi Di Atas Becak, Bedah Realitas Kompleks Masyarakat



JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Salah satu sesi Fullmoon Discuss #7, sebuah acara rutin bagian dari Festival Pasca Penciptaan #2, sangat diminati dan ditunggu mahasiswa dan pecinta seni, sukses digelar di halaman Teater Besar ISI Solo, Rabu (10/09) sore.

Diskusi ini mengangkat tema menarik, “Proses Kreatif Karya Seni”, dengan menghadirkan tiga seniman sekaligus akademisi terkemuka: Dr. Aries BM, Dr. Fajar Apriyanto, dan kurator Hendra Himawan, M.Sn.

Dr. Aries BM membuka diskusi dengan membedah konsep di balik karya monumentalnya yang terpasang di area pameran. Karya “Monumen Kreweng” milik Aries adalah manifestasi dari “ekspresi komunal” yang berpihak pada kehidupan sosial budaya masyarakat.

Aries mengkritik narasi dominan monumen yang selama ini seringkali hanya berfokus pada figur elit, kekuasaan, atau semangat nasionalisme yang bersifat satu arah. Ia berpendapat bahwa monumen seharusnya tidak hanya menjadi objek yang diamati, tetapi juga menjadi representasi visual dari masyarakat itu sendiri.

“Monumen yang berdedikasi pada keadaan sosial masyarakat akan mampu memberikan pengalaman kolektivitas, integritas, dan keindahan yang bermartabat,” ujar Aries dalam diskusi yang menarik karena Nara sumber duduk diatas becak bukan kursi.

Baca juga:  Warga Serbu Wisata Cubic Infinity Room Rasamadu Heritage

Ia menjelaskan, karya seninya melibatkan riset mendalam dan praktik partisipatoris, di mana masyarakat terlibat langsung dalam proses penciptaan. Ini menjadikan sebuah monumen memiliki “significant form” atau bentuk yang penting dan bermakna bagi penggunanya.

Berbeda dengan Aries, Dr. Fajar Apriyanto, seorang seniman fotografi memaparkan proses kreatifnya yang sangat personal. Karyanya bercerita tentang pengalaman empirisnya akan kehilangan sosok ibu.

Fajar mengekspresikan kecemasan dan kesedihan ini melalui potret dirinya dari masa kanak-kanak hingga dewasa yang ditempelkan pada manekin transparan.

Fajar menjelaskan, pendekatan semiotika dan psikoanalisis menjadi dasar teorinya. Semiotika membantu mengungkap makna tersembunyi di balik tanda visual, sementara psikoanalisis menggali struktur psikis yang tak disadari.

“Punctum hadir sebagai elemen personal yang otentik, orisinal, sekaligus individual,” katanya, merujuk pada elemen visual yang secara emosional menyentuh penonton.

Baca juga:  Kampanyekan Autoimun, dr. Yongki AFI Rilis Single Rabu

Hendra Himawan, M.Sn., yang bertindak sebagai pemantik diskusi, menggarisbawahi perbedaan fundamental antara karya Aries dan Fajar. Ia menyebut karya Aries sebagai “ekspresi komunal,” sementara karya Fajar sebagai “ekspresi personal.”

Menurut Hendra, keduanya saling melengkapi: ekspresi personal membawa keunikan, sementara ekspresi komunal memperkuat identitas budaya. Hendra menegaskan, seni adalah bahasa non-verbal yang mampu mengkomunikasikan pengalaman batin seniman kepada penonton.

“Seni patung publik seperti karya Aries juga memiliki fungsi sosial sebagai cermin masyarakat, refleksi nilai budaya, serta sarana pewarisan nilai penting dari satu generasi ke generasi lain,” jelas Hendra.

Di sisi lain, ia juga menyoroti bagaimana seniman seperti Fajar dapat memilih antara tragedi atau komedi untuk memanifestasikan pengalamannya, di mana keduanya memiliki kekuatan naratif yang berbeda.

Diskusi ini memberikan pemahaman mendalam bahwa seni rupa, melalui beragam ekspresi, berfungsi lebih dari sekadar hiburan. Ia menjadi media edukasi, komunikasi, dan pemersatu budaya yang mampu merefleksikan realitas kompleks masyarakat.(dea/rit)



TERKINI


Rekomendasi

...