JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Tidak terima rumahnya terdampak proses pembangunan sebuah rumah makan, seorang warga warga pemukiman elit di Jalan Papandayan Nomor 2A, Gajah Mungkur, mengadu ke Wali Kota Semarang.
Pemilik rumah bernama Adrinata, bersama kuasa hukumnya Tendy S. Atmoko menegaskan, bahwa tinggi bangunan yang dijadikan rumah makan itu sejajar bangunan milik kliennya.
Namun pada tahun 2021 tetangganya berinisial RY ini, mulai membangun rumah makan di Jalan Sultan Agung nomor 79 yang letaknya tepat berada di sebelah rumahnya
“Awalnya klien kami belum merasa terganggu. Klien kami mulai terganggu dua tahun setelahnya,” ujarnya, Senin (6/10/2025) lalu.
Lanjutnya, bahwa atas pembangunan rumah makan tersebut, kliennnya mulai terganggu setelah pemilik rumah makan melakukan penggalian tanah menggunakan alat berat.
“Bangunan rumah yang ditempati klien kami ini, bergetar akibat efek dari penggalian tanah. Setelah di cek ternyata galian tanah cukup dalam dan galian di bawah pondasi rumah klien kami,” katanya.
Penggalian tanah itu dilakukan secara sengaja untuk membangun basement parkiran yang dikerjakan oleh kontraktor RAH.
“Akibatnya, pondasi rumah klien kami menjadi growong atau lubang, dan timbul rembesan dan tetesan air,” tandasnya.
Sebelumnya, juga telah melaporkan kesengajaan pemilik rumah makan itu ke Dinas Penataan Ruang (Distaru) Kota Semarang pada Bulan Desember 2023.
“Saat Rakor pegawai Distaru bernama Bagus menyebut bahwa lubang itu sudah ditutup oleh pemilik bangunan tanpa sepengetahuan klien kami dan ternyata pelubangan di bawah pondasi bangunan klien kami digunakan penguatan bangunan pondasi rumah makan tersebut,” jelasnya.
Tendy menyebut banyak pelanggaran pada pembangunan itu yakni pembangunan tidak sesuai IMB/PBG karena yang dibangun itu berbeda gambar yang diajukan Distaru.
“Bangunan juga telah melanggar garis Sempadan Bangunan yang ditentukan. Kami menduga hasil galian basement itu diangkut dan dijual tanpa izin,” jelasnya.
Ia juga menyebut bahwa Distaru Kota Semarang telah menerbitkan surat peringatan (SP 1) dan juga SP2 berupa surat penghentian pembangunan.
“SP3 perlu diterbitkan karena melanggar garis sempadan bangunan, membangun tidak sesuai dengan IMB/PBG yang seharusnya berdampak pada bangunan rumah milik klien kami,” terangnya.
Atas permasalahan itu, Tendy meminta agar Wali Kota Semarang dapat melakukan pengecekan penerbitan IMB/PBG tersebut.
“Kami berharap sekali tindakan tegas Wali Kota Semarang terhadap bangunan yang melanggar aturan,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Walikota Semarang Agustina Wilujeng mengatakan, bahwa pihaknya membuka mediasi antara kedua belah pihak yang bersengketa.
“Kami minta dari bagian hukum nanti memfasilitasi dengan cara mediasi, sehingga ditemukan jalan tengah penyelesaian untuk keduanya,” tuturnya
Di tegaskan, saat mediasi nanti, akan jelas akar permasalahnya, baik dari pemilik bangunan rumah makan ini maunya seperti apa, dan pemilik rumah yang terdampak dari pembangunan tuntutannya apa. (ucl/rit)