27 C
Semarang
Selasa, 21 Oktober 2025

Ketika Pondok Pesantren Dilukai

Oleh: Mufid Rahmat (Kader NU)

JATENGPOS. CO. ID, SEMARANG- Sekarang ini dunia pesantren sedang dilukai sejumlah pembenci dengan bermahkotakan kebebasan berekspresi dan bertopeng hak konstitusional. Pongah dan arogan dalam bernarasi, di panggung jurnalisme yang seharusnya menyampaikan kebenaran, melakukan klarifikasi dan steril dari kebencian dan mimbar demokrasi yang seharusnya untuk edukasi.

Berekpresi dan bernarasi harus tahu materi dan substansi yang diekspresikan dan dinarasikan, apalagi bagi yang mengaku berprofesi jurnalis dan publik figur. Tanpa mengetahuinya sama artinya dengan menebar bencana. Sama halnya dengan menyerahkan sesuatu kepada yang bukan ahlinya, maka kehancuran yang akan terjadi ( Idza wusidal Amru ila min ghoiri ahlihi fantadziril sa’ah).

Mau bicara tentang pondok pesantren harus tahu rukun pesantren ( arkanul ma’had ), yaitu kiai, santri mukim, masjid, kitab kuning dan asrama. Harus mengerti ngaji sorogan, bandungan, wetonan, riyadloh, gotakan, tabarukan dan hal hal elementer lainnya. Sukur bisa melihatnya dari aspek historis, filosofis, sosiologis dan metodologinya. Tanpa pemahaman tentang hal tersebut, mereka bisa dianggap sebagai perusak dan pengacau, sekaligus melukai.

Jika di negara Indonesia banyak ulama, kiai, Buya, tuan guru, ustadz yang ‘alim dan sebutan lainnya, mayoritas dari mereka adalah anak kandung pondok pesantren. Mereka tersebar di semua lini dan strata kehidupan, sebagai pemimpin organisasi, pemimpin partai politik, pejabat negara/pemerintah, pengusaha, akademisi, KUA, Modin, petani, buruh dan sebagainya. Bahkan, ada yang menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia.

*Jangan Meremehkan*
Bagi yang tidak tahu pondok pesantren atau mereka yang ingin melukai pesantren, jangan sekali kali meremehkan pondok pesantren yang sudah berusia ratusan tahun ini. Jika melihat santri tidur tanpa kasur, masak tanpa dapur, makan tanpa sayur, tidur tidak teratur, mencuci sendiri bukan berarti mereka miskin. Mereka berproses hidup sederhana, hidup mandiri, berlatih kemungkinan hidup terpahit sekaligus menembus masa depan dengan atmosfer yang genuin yang belum terkontaminasi syahwat dunia dan hati yang berbulu disertai riyadloh dan munajat kepada dzat Maha Kuasa; Allah SWT.
Di belakang mereka ada orang tua perkasa dan kiai berhati samudera, yang selalu membersamai dalam keteladanan dan doa.

Baca juga:  LPEI Digugat ke PN Semarang, Diminta Berikan Restrukturisasi dan Pembatalan Lelang

Pondok pesantren tidak saja menjadi kawah candradimuka bagi santri menimba ilmu, tetapi sebagai benteng patriotisme bagi ibu Pertiwi. Tidak saja menjadi penyemaian adab dan pengetahuan tetapi sebagai benteng kewarasan di tengah hiruk pikuk informasi yang sering tanpa etika dan arah, sebagaimana yang melanda negara sekarang ini.

Kontribusi pondok pesantren dalam kehidupan beragama dan berbangsa – bernegara tidak bisa dihitung secara matematika. Jika sekarang ini terlihat ada dakwah, ada orang faqih fiddin, ada tawasutiyah dalam dakwah, ada tarbiyah yang berbasis al af’al al khomsah, ada qiroah yang tartil, ada orang meninggal yang mendapatkan perlakuan yang baik dan benar itu adalah buah dari pondok pesantren, yang memiliki tradisi mengaji dengan memperhatikan sanad keilmuannya . Demikian pula jika ada majlis fatwa dan lembaga keagamaan yang menjadi problem solving dari dinamika persoalan umat adalah karena adanya pondok pesantren.

Setidaknya dalam konteks kontemporer, ada dua tokoh pesantren yang memiliki kontribusi besar terhadap bangsa Indonesia. Yaitu KH Ahmad Dahlan, yang menjadi simbol mujadid melalui perserikatan Muhammadiyah dan KH Hasyim Asy’ari yang mempelopori revolusi jihad melalui Nahdlatul ulama ( NU ) bersama pondok pesantren. Muncul pula laskar Hizbullah yang dikomandoi KH Zaenal Arifin dan laskar Sabilillah, yang dipimpin KH Masjkur, yang selanjutnya menjadi TNI dan sejumlah tokoh lainnya.

Negara Indonesia menganugerahi penghormatan pahlawan kepada tokoh tokoh pondok pesantren. Atas kontribusinya tersebut, pemerintah Indonesia memiliki undang-undang nomor: 18, tahun 2019 tentang pondok pesantren, sekaligus menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri nasional.

Jangan menganggap orang bersarung dan berpeci itu orang kampungan, jangan menganggap orang yang suka bersholawat dan bertahlil kualitas akademiknya rendah, jangan dikira orang yang belajar di pondok pesantren gagap teknologi, di balik kesederhanaan dan kesahajaannya itu terdapat potensi yang sangat besar yang bisa menerjang dan menghantam kelompok tathorruf yang mencoba melukai pondok pesantren.

*Paling dihormati*
Sejarah mencatat, pondok pesantren ada sebelum negara Indonesia merdeka. Mereka mengajar rakyat tanpa imbalan, membangun lembaga pendidikan dengan kemandirian, melawan kolonial mempertaruhkan nyawanya dan melakukan pemberdayaan umat dengan keikhlasannya. Dia memiliki ketahanan, memiliki visi besar, memiliki kemampuan adaptif yang luar biasa dan dan memiliki tekad baja.

Baca juga:  Briket Diharapkan jadi Jalan Kemandirian Kaum Disabilitas Karanganyar

Pihak yang melukai pondok pesantren buta melihat itu atau sengaja mengundang ombak besar untuk menggulungnya. Ulama tidak usah berteriak pasti dilindungi umat, pesantren tanpa memanggil anak didukung santri dan ketika mereka satu barisan dan satu komando akan menjelma menjadi kekuatan yang dahsyat.

Di Indonesia, sedikitnya ada 42.391 pondok pesantren, terhitung sampai September 2025. Jumlah santri dan alumninya mencapai sekitar 40 juta. Tradisi yang berkembang di pondok pesantren yang berafiliasi dengan NU, alumni santri mendirikan pondok pesantren baik berafiliasi dengan pondok pesantren almaternya maupun secara mandiri. Karena itu ikatan emosional mereka sangat kuat.

Data Riset Indonesian Institute of Public Opinion ( IIPO, 2024) menjelaskan, 83 persen masyarakat Indonesia masih menaruh kepercayaan tinggi kepada kiai/ulama dan tokoh agama. Sementara itu data dewan pers ( 2024) mencatat, lebih dari 54 persen pemberitaan daring belum memenuhi kaidah cover both sides/berimbang dan data komisi penyiaran Indonesia ( KPI) , telah menerima 1.812 pengaduan tentang pelanggaran etika siaran ( 2023).

Pondok pesantren menerapkan prinsip Al mukhafatu ‘alal qodimil sholeh wal akhdu biljadidil aslah; yang berarti adaptif terhadap pengembangan zaman.

Pondok pesantren juga sudah memberlakukan program pesantren ramah anak ( PRA ) dan banyak diantaranya yang memiliki unit perlindungan santri ( UPS ) bekerjasama dengan Unicef. Juga santri digital prenuer, konten edukatif, dakwah moderat dan sebagainya. Bahkan lebih dari 800 program pesantren sehat. Ketika terjadi wabah cofid – 19, pondok pesantren mengedukasi masyarakat tentang kesehatan; tentang pentingnya faksin dan sebagainya.

Sangat menjijikan mereka yang melukai pondok pesantren dan kiai, yang begitu banyak kontribusinya dari masa ke masa. Sementara para pencela, penyinyir, kelompok tathorruf tidak memiliki andil. Dunia pesantren dan santri tidak silau dengan gemerlap stasiun televisi pembuat gaduh, juga tidak terheran heran melihat oknum politisi yang agitatif. Mereka tetap memilih pondok pesantren dan kiai daripada mereka. (*)

*Mufid Rahmat, kader NU


TERKINI


Rekomendasi

...