JATENGPOS.CO.ID, KLATEN- Dalam pengelolaan Pajak Daerah, persoalan transparansi dan akuntabilitas menjadi hal utama. Hal itu masih menjadi sorotan Komisi C DPRD Provinsi Jateng saat menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK di Unit Pengelolaan Pendapatan Daerah (UPPD/ Samsat) Kabupaten Klaten.
Saat berdiskusi dengan Kepala Samsat Klaten bersama jajarannya, Rabu (29/10/2025), Sekretaris Komisi C DPRD Provinsi Jateng Anton Lami Suhadi mengatakan ada potensi pajak air permukaan (PAP) dari PDAM Klaten yang belum tercatat di Samsat Klaten dan PDAM Kabupaten Klaten. Hal itu merupakan temuan dari LHP BPK 2024.
“Kami ke sini fokus pada evaluasi PAD sektor pajak daerah, tindak lanjut temuan LHP BPK 2024 dan monitoring Program Sengkuyung,” kata Anton.
Menjawabnya, Kepala Samsat Klaten Hanindyatama menjelaskan, dalam LHP BPK 2024, terdapat selisih data antara Bapenda dan PDAM dimana Bapenda mencatat ada 9 dan PDAM 10 obyek sumber air. Dari kondisi itu, BPK menilai terdapat ketidaksesuaian jumlah obyek PAP.
Dalam hal ini, lanjut dia, perbedaan data antara dari Bapenda dan PDAM itu karena terdapat penambahan sumber mata air baru di Umbul Ingas Desa Cokro dan sudah dilakukan pengukuran baru pada Desember 2024. Pembayaran obyek PAP baru itu sudah dilakukan sejak Januari 2025.
“Diakui, di Klaten ini banyak terdapat obyek air permukaan,” kata Hanindyatama.

Sementara, Direktur Teknik Perumda Air Minum Tirta Merapi Kabupaten Klaten Sigit Setyawan B ikut menjelaskan mengenai temuan dalam LHP BPK 2024. Ia mengakui bahwa saat ini ada 10 obyek air permukaan.
“Dari 10 sumber itu, kami sudah memasang 8 watermeter atau alat ukur air. Kami segera memasang alat itu agar penghitungannya lebih jelas,” ujar Sigit.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng Dedy Endriyatno meminta agar Pihak PDAM segera menyelesaikan persoalan tersebut. Karena, transparansi dan akuntabilitas Pajak Daerah sangat penting.
Soal penerimaan Pajak Daerah, kata dia, dibutuhkan ‘desain’ untuk mengoptimalkannya dan hal itu perlu diputuskan gubernur. Ia menilai, dalam desain itu, perlu adanya kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/ kota sebagai pihak yang sangat memahami wilayah.
“Perlu ada kolaborasi agar nanti gubernur mengumpulkan para kepala daerah untuk menggerakkan upaya optimalisasi penerimaan Pajak Daerah tersebut,” kata Dedy. (nif/muz)



 
                                    

