JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG- Bank Indonesia (BI) Jawa Tengah menegaskan pentingnya menjadikan budaya sebagai penggerak utama perekonomian daerah. Melalui kegiatan Rupiah Tresno Budoyo yang digelar di Gedung Rajawali Culture, Sabtu (1/11/2025), BI Jateng menghadirkan kolaborasi antara pelestarian budaya dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Festival Ekonomi Keuangan Digital (FEKDI) nasional yang diadakan secara serentak di berbagai daerah. Di Jawa Tengah, BI memilih pendekatan budaya karena meyakini bahwa akar perekonomian tumbuh dari nilai-nilai budaya lokal yang kuat.
“Dasarnya, kegiatan perekonomian itu adalah hasil dari budaya. Kalau budaya dilestarikan, ekonomi pun akan bergerak,” ujar Kepala Kantor Perwakilan BI Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra.
Rahmat menuturkan, tahun ini momen Rupiah Tresno Budoyo bertepatan dengan peringatan 200 tahun Perang Diponegoro (1825–1830). Nilai-nilai perjuangan Pangeran Diponegoro dalam menegakkan keadilan ekonomi menjadi inspirasi kegiatan ini.
“Pangeran Diponegoro tidak anti orang asing. Beliau menerima siapa pun yang ingin berdagang secara adil, tanpa monopoli dan tanpa eksploitasi,” tambahnya.
Sejumlah agenda menarik turut mewarnai acara, seperti talkshow literasi keuangan, pameran UMKM, hingga demo kuliner berbasis bahan lokal. Para pelaku usaha diajak berinovasi melalui pemanfaatan tepung bonggol pisang dan gula sorgum sebagai alternatif bahan baku impor.
Rahmat menilai, potensi budaya di Jawa Tengah sangat besar untuk digerakkan menjadi kekuatan ekonomi baru. Warisan sejarah, situs budaya, dan keragaman kuliner dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
“Kami ingin budaya menjadi salah satu motor penggerak perekonomian. Muaranya akan mengarah pada pengembangan pariwisata yang membawa manfaat bagi masyarakat,” tuturnya.
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng yang turut hadir menyampaikan dukungannya. Menurutnya, budaya bukan hanya soal kesenian, tetapi juga kebiasaan ekonomi masyarakat yang harus terus tumbuh dan menyesuaikan zaman.
“Sekarang budaya yang harus ditumbuhkan adalah budaya transaksi nontunai. Ini bukan sekadar tren, tapi kebiasaan baru yang memudahkan dan aman bagi pelaku ekonomi,” kata Agustina.
Ia juga mendorong dinas-dinas seperti Perdagangan serta Koperasi dan UMKM untuk rutin menggelar kegiatan yang membangkitkan semangat ekonomi rakyat. Festival, bazar, dan kegiatan budaya, ujarnya, bukan hanya ruang hiburan tetapi juga sarana memperkuat interaksi sosial dan perputaran uang di masyarakat.
“Walaupun hujan tak menentu, para pelaku usaha kecil tetap semangat. Mereka beradaptasi, menjaga jualan, dan terus memutar roda ekonomi kota,” ungkapnya.
Melalui Rupiah Tresno Budoyo, BI Jateng ingin menunjukkan bahwa budaya tidak berhenti sebagai warisan masa lalu. Ia hidup, bergerak, dan mampu menjadi sumber kekuatan ekonomi yang menyejahterakan masyarakat.(aln)








