JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA-Gubernur Riau Abdul Wahid ditetapkan sebagai sebagai tersangka dugaan pemerasan ke bawahannya sebesar Rp 7 miliar. Pejabat Dinas PUPR PKPP yang tak menyetor ‘jatah preman’ ke Abdul Wahid pun terancam dicopot.
KPK telah melakukan penahanan Abdul Wahid dan dua orang lainnya usai ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan pemerasan atau penerimaan hadiah atau janji di Pemprov Riau Tahun Anggaran 2025, Rabu (5/11). Dua tersangka lainnya yaitu Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, ketiga tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak 4-23 November 2025.
“Terhadap saudara AW (Gubernur Riau Abdul Wahid) ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sementara terhadap DAN (Dani M Nursalam) dan MAS (Muhammad Arief Setiawan) ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK,” kata Johanis di Gedung Merah Putih, Jakarta.
Johanis mengatakan, kasus ini berawal dari pertemuan Sekretaris Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau Ferry Yunanda dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-V Dinas PUPR PKPP untuk membahas kesanggupan memberikan fee kepada Gubernur Riau Abdul Wahid.
“(Fee) Yakni sebesar 2,5 persen. Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp106 miliar),” ujarnya.
Kemudian, Ferry Yunanda menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Arief Setiawan. Namun, Arief meminta fee menjadi 5 persen atau setara Rp7 miliar untuk Abdul Wahid.
“Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” ujarnya.
Johanis mengatakan, dari kesepakatan tersebut, terjadi tiga kali setoran fee untuk Gubernur Riau Abdul Wahid yaitu Juni, Agustus, dan November 2025. Kemudian, pada pertemuan ketiga pada Senin (3/11), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap Ferry Yunanda, M. Arief Setiawan, berserta 5 Kepala UPT.
“Selain itu, Tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp800 juta,” tuturnya. Sementara itu, Abdul Wahid bersama orang kepercayaannya, Tata Maulana, ditangkap di salah satu kafe di Riau.
KPK menduga sudah ada Rp 4 miliar yang diserahkan dari total permintaan Rp 7 miliar. KPK menyebutkan uang itu diberikan secara bertahap. Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengatakan, Wakil Gubernur Riau SF Hariyanto telah ditunjuk menjabat Plt Gubernur. “Kemendagri sudah langsung menunjuk Wagub sebagai Plt (Gubernur),” ujarnya kepada wartawan, Rabu (5/11).
Bima mengatakan langkah pemerintah pusat ini diambil untuk memastikan pemerintahan daerah dan pelayanan publik dapat terus berjalan. “Menjalankan roda pemerintahan dan pastikan pelayanan publik terus berjalan,” katanya.
Wahid sekaligus menjadi Gubernur Riau keempat yang ditangkap KPK. Pertama, Gubernur Riau Saleh Djasit yang menjabat pada 1998-2003. Saleh sebenarnya ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 2008 atau setelah tak menjabat Gubernur Riau.
Namun dia dijerat sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran Rp 4,7 miliar saat menjabat Gubernur Riau.
Kedua, mantan Gubernur Riau Rusli Zainal sebagai tersangka korupsi pada 2012. Dia menjadi tersangka korupsi proyek pembangunan venue PON dan kehutanan. Pada 2014, hakim menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Rusli Zainal.
Ketiga, Annas Maamun kena operasi tangkap tangan (OTT) pada 2014 di Jakarta Timur. Saat itu, dia ditangkap bersama sembilan orang lainnya, salah satunya Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau saat itu, Gulat Medali Emas Manurung. Annas diduga menerima suap terkait alih fungsi hutan menjadi kebun sawit.
Dia divonis pada 24 Juni 2015 dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Hukuman Annas diperberat menjadi 7 tahun pada tingkat kasasi. Dan, keempat adalah Abdul Wahid. (kom/dtc/muz)











