JATENGPOS.CO.ID, WONOSOBO – Tantangan integritas akademik di era kecerdasan artifisial (AI) menjadi sorotan utama dalam Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah di Hotel Eagles Wonosobo, Jumat (14/11). Para peserta yang terdiri dari mahasiswa dan dosen diajak memahami bahwa teknologi hanyalah alat bantu, bukan pengganti proses berpikir ilmiah manusia.
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Wibowo Prasetyo menegaskan bahwa AI tidak boleh berubah menjadi “mesin pengganti otak”, melainkan harus diposisikan sebagai pendamping yang memperkuat kualitas penulisan ilmiah. Ia mengingatkan bahwa ketergantungan berlebihan pada AI dapat melemahkan kemampuan analitis mahasiswa.
Menurut Wibowo, penggunaan AI tanpa pemahaman etis berpotensi memunculkan plagiarisme, referensi palsu, hingga hilangnya proses intelektual dalam karya ilmiah. Ia menilai kampus memiliki tanggung jawab menjaga marwah akademik dengan mendorong mahasiswa mengembangkan gagasan dan analisis mereka sendiri.
Ia membagikan tips agar tidak bergantung pada AI, seperti memulai tulisan dari ide pribadi, membuat outline manual, dan membatasi penggunaan teknologi hanya pada tahap penyuntingan. “Gunakan AI sebagai asisten, bukan penentu isi tulisan,” ujarnya.

Wibowo juga mengingatkan pentingnya membaca jurnal primer serta memverifikasi data yang dihasilkan AI. Fenomena “halusinasi AI”—ketika mesin menciptakan referensi yang tidak ada—disebutnya sebagai masalah serius yang harus diimbangi dengan literasi akademik yang baik. Diskusi interaktif dan kuis tematik turut mewarnai sesi pelatihan, membuat suasana lebih hidup dan dekat dengan keseharian peserta.
Sementara itu, Mahmud Yunus Mustofa, dosen Sekolah Tinggi Islam Kendal, mempertegas perlunya menjaga kemampuan berpikir mandiri di tengah masifnya penggunaan AI.
“Sebagai insan akademik, kita harus mengedepankan kecerdasan otak dan emosional. AI hanya asisten. Jangan sampai pikiran kita justru diperalat oleh mesin,” ujarnya.
Ia mencontohkan profesi bidan yang tidak mungkin bergantung pada AI saat menangani persalinan, karena kemampuan mengambil keputusan cepat tetap menjadi kunci keselamatan pasien.
Pelatihan ini menegaskan bahwa AI seharusnya menjadi mitra kerja yang membantu, bukan menggantikan kemampuan manusia.
Dengan pemahaman etis dan kemampuan verifikasi informasi, jelas Mahmud, peserta diharapkan mampu memanfaatkan AI secara bijak dalam penulisan ilmiah tanpa mengorbankan integritas akademik.(*)











