32 C
Semarang
Rabu, 17 Desember 2025

Arogansi Mantan Mendikbudristek Nadiem: Diduga Terima Rp 809 Miliar, Pecat 2 Pejabat Gegara Beda Pendapat

JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA- Jaksa mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) pada program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek telah merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun. Jaksa mengatakan eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menerima Rp 809 miliar dari pengadaan tersebut.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan terdakwa Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021. Sidang dakwaan Sri digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (16/12).

“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809.596.125.000,” ujar jaksa Roy Riady.

Jaksa mengatakan hasil perhitungan kerugian negara Rp 2,1 triliun ini berasal dari angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 (1,5 triliun) serta pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730,00 (621 miliar). Selain Nadiem, jaksa mengatakan pengadaan ini telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi.

Jaksa mengatakan perbuatan ini dilakukan Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan terdakwa lainnya yakni Nadiem Makarim. Kemudian, bersama Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan, dan mantan staf khusus Nadiem, buron Jurist Tan.

Jaksa mengatakan pengadaan Chromebook dan CDM tahun anggaran 2020-2022 dilakukan para terdakwa tidak sesuai perencanaan, prinsip pengadaan, tanpa melalui evaluasi harga dan survei. Sehingga laptop tersebut tidak bisa digunakan untuk proses belajar mengajar di daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan).

“Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama- sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias IBAM, Mulyatsyah, dan Jurist Tan membuat reviu kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya daerah 3T,” ujar jaksa, dilansir dari detikcom.

Baca juga:  Dua Pelaku Pengeroyokan Oknum DC di Ngaliyan Semarang, Diamankan

Nadiem juga merupakan terdakwa dalam kasus ini. Namun, dakwaannya akan dibacakan pekan depan karena Nadiem masih dibantarkan di rumah sakit karena mengaku sakit.

Di sisi lain, jaksa juga mengungkap Nadiem mencopot dua pejabat eselon II di Kemendikbudristek gegara beda pendapat soal pengadaan laptop merek Chromebook. Kedua pejabat eselon II itu ialah Khamim dan Poppy Dewi Puspitawati.

Disebutkan, pencopotan dilakukan pada 2 Juni 2020. Jaksa mengatakan Nadiem mencopot Khamim dari Direktur SD pada Ditjen PAUDasmen lalu menunjuk Sri Wahyuningsih sebagai pengganti.

Nadiem juga disebut mencopot Poppy dari Direktur SMP pada Ditjen PAUDasmen dan menunjuk Mulyatsyah. Sri dan Mulyatsyah kini menjadi terdakwa.

Jaksa mengatakan pencopotan dilakukan karena perbedaan pendapat hasil kajian teknis yang tidak sesuai dengan arahan Nadiem. Jaksa mengatakan Poppy tak setuju jika pengadaan merujuk pada satu produk tertentu, yakni Chromebook

“Salah satu alasan Nadiem mengganti pejabat eselon II di antaranya Poppy Dewi Puspitawati karena berbeda pendapat terkait hasil kajian teknis yang tidak sesuai dengan arahan Nadiem, tidak setuju jika pengadaan merujuk kepada satu produk tertentu, sehingga digantikan oleh Mulyatsyah yang sudah menandatangani pengantar Juknis Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun Anggaran 2020 tertanggal 15 Mei 2020,” tandas jaksa.

Selain itu, jaksa menyebutkan pernah ada surat dari PT Google Indonesia terkait laptop merek Chromebook ke Kemendikbud era Muhadjir Effendi namun tidak dibalas. Jaksa mengatakan surat itu baru dibalas di era Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

Baca juga:  Polda Jateng Ungkap Aksi IRT Selundupkan Narkoba dalam Botol Susu Bekas

Jaksa mengatakan awalnya Nadiem ingin program pendidikan di Indonesia seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dengan program Merdeka Belajar melalui digitalisasi pendidikan bekerja sama dengan Google. Nadiem kemudian melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak membahas hal tersebut.

Setelah pertemuan tersebut, Nadiem sepakat untuk menggunakan produk Google for Education di antaranya penggunaan Chromebook untuk setiap sekolah yang ada di Indonesia dan spesifikasi teknis akan diganti menggunakan sistem operasi Chrome. Jaksa mengatakan kesepakatan itu dimulai dengan membalas surat dari Google yang sebelumnya tidak dijawab di era Muhadjir.

Sementara, Dosen Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Febby Mutiara Nelson bicara soal potensi terseretnya mantan Presiden Joko Widodo dalam skandal dugaan korupsi pengadaan Chromebook yang menjerat mantan menterinya, Nadiem Makarim.

Pasalnya, proyek pengadaan Chromebook yang sebelumnya pernah ditolak oleh Mendikbud sebelumnya Muhadjir Effendy, namun digarap Nadiem dan mendapatkan persetujuan dari Jokowi yang saat itu menjadi presiden.

Menurut Febby, aturan hukum pidana berlaku pada siapa saja tanpa kecuali, termasuk presiden, apabila terbukti terlibat secara aktif.

“Kalau nanti dalam proses hukum terbukti bahwa presiden secara aktif terlibat atau memberikan perintah yang melanggar hukum dalam program chromebook ini, maka tentu pertanggungjawaban pidana tidak bisa dikecualikan,” kata Febby pada Jumat (5/9/2025), seperti dilansir dari Tribunnews.

Ia menekankan, prinsip dasar dalam hukum pidana mengatur setiap orang yang turut serta melakukan tindak pidana bisa dimintai pertanggungjawaban, terlepas dari jabatannya.

“Dalam prinsip hukum pidana, setiap orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum bisa dimintai pertanggungjawaban, tidak peduli jabatannya, kecuali ada alasan pembenar atau alasan pemaaf,” kata Febby. (dtc/muz)



TERKINI


Rekomendasi

...