29 C
Semarang
Senin, 22 Desember 2025

Bela Negara di Era Modern: Makna dan Aksi Nyata bagi Warna Negara Pasca Milenial

JATENGPOS.CO.ID-Survei dan interaksi sehari-hari menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat tentang bela negara masih sering terjebak pada paradigma militeristik dan fisik. Bela negara dianggap sebagai kegiatan yang keras, penuh disiplin baja, dan hanya dilakukan oleh mereka yang memanggul senjata. Pandangan ini mempersempit makna sesungguhnya dan membuat banyak warga merasa “tidak memiliki peran”. Padahal, UUD NRI 1945 Pasal 27 ayat (3) dan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan dengan tegas bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara.

Penguatan Nilai-Nilai Bela Negara: Dari Kesadaran ke Karakter

Bela negara sejati bukan sekadar wacana yang dihafal, tetapi karakter yang bernapas dalam tindakan nyata. Cinta Tanah Air adalah rasa gentar yang dalam ketika melihat alam Indonesia dieksploitasi, dan rasa bangga memilih produk lokal di tengah hiruk-pikuk pasar global. Kesadaran Berbangsa dan Bernegara adalah keberanian menegur hoaks yang memecah belah, meski itu datang dari grup keluarga. Pancasila sebagai ideologi negara bukan retorika upacara, tetapi sikap lapang dada saat tetangga beda keyakinan merayakan hari besarnya, atau kejujuran saat melihat peluang korupsi. Rela Berkorban di era kini adalah bentuk patriotisme yang sunyi: membayar pajak dengan sadar, atau memilih tidak menyebar konten provokatif untuk “klik”. Sedangkan Kemampuan Awal Bela Negara adalah ketangguhan ganda: tubuh yang sehat dan pikiran yang kritis, mampu mendayung di samudra informasi tanpa tenggelam dalam arus negatif. Pada akhirnya, menjadi benteng negara berarti menjadikan nilai-nilai ini darah dan daging, dimulai dari gawai kita, lingkungan kita, dan pilihan kita yang paling sehari-hari. Itulah transformasi dari sekadar tahu, menjadi jiwa yang merdeka dan bertanggung jawab.

Tantangan Bela Negara Masa Kini

Baca juga:  Home Visit Tingkatkan Keterampilan Calistung Siswa

Tantangan yang dihadapi tidak lagi sepenuhnya konvensional (ancaman militer). Ancaman kini bersifat hibrida, multidimensi, dan sering tak kasat mata. Ancaman nyata hadir dalam bentuk perang asimetris, seperti serangan siber yang mengincar data kedaulatan. Tantangan menghadapi disrupsi teknologi dan persaingan global yang membutuhkan bukan hanya kecakapan teknis tetapi juga karakter. Hambatan berupa pola pikir instan, individualistik, serta krisis literasi digital yang kerap gagal menyaring hoaks dan ujaran kebencian, yang justru memperlemah kohesi sosial. Sementara itu, Gangguan sehari-hari datang dari banjir informasi yang menyesatkan, polarisasi politik online, dan konten-konten viral yang merusak konsentrasi serta mengikis nasionalisme.

Bentuk Aksi Nyata di Era Sekarang: Bela Negara Tanpa Senjata

Baca juga:  Model Guided Discovery Mengembangkan Kreativitas Siswa

Bela negara generasi pasca-milenial tidak lagi berdebat di ruang abstrak. Nilai-nilai bela negara dihidupkan oleh mahasiswa UNS melalui aksi nyata Project Mata Kuliah Kewarganegaraan. Project dilaksanakan dengan mengedukasi pengunjung tentang pemilahan sampah, kampanye anti-bullying, anti korupsi dan kesadaran lingkungan. Ini bukan sekadar aksi sosial biasa, melainkan bentuk kontemporer dari bela negara yang hidup dan menyentuh langsung denyut nadi masyarakat. Aksi nyata tersebut selanjutnya disebarkan melalui konten positif harapannya dapat menginspirasi masyarakat yang lebih luas melalui media sosial.

Menyambut Hari Bela Negara 19 Desember 2025, refleksi kita menjadi jelas. Mari kita bela Indonesia dengan memperkuat ketangguhan kolektif. Masa kini bela negara tidak hanya dimaknai membela bangsa dengan medan tempur fisik, melainkan di gelanggang pertarungan narasi, teknologi, dan ketangguhan karakter.

Oleh : Anis Suryaningsih, S.Pd., M.Sc.

Fasilitator Bela Negara, Kementerian Pertahanan RI

Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)



TERKINI


Rekomendasi

...