Edy Sindoro Disidang Usai Buron Dua Tahun

Edy Sindoro.

JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro didakwa memberikan uang sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Eddy Nasution.

“Terdakwa Eddy Sindoro bersama Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto dan Doddy Aryanto Supeno memberi uang sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS kepada Edy Nasution selaku panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ni Nengah Gina Saraswati di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Tujuan pemberian uang itu adalah agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan “aanmaning” (pemanggilan pihak tereksekusi melaksanakan hasil putusan perkara secara sukarela) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang.

Eddy Sindoro adalah bekas Presiden Komisaris Lippo Group yang membawahi beberapa anak perusahaan di antaranya PT Jakarta Baru Cosmoplitan (JBC), Paramount Enterprise Internasional, PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan PT Across Asia Limited (AAL).

iklan
Baca juga:  Belajar Harus Menyenangkan

Pemberian uang itu diberikan dalam dua tahap yaitu pertama, pemberian uang terkait penundaan aanmaning antara PT MTP melawan PT Kwang Yang Motor Co.Ltd (KYMCO).

Berdasarkan putusan Singapore Internasional Abitration Centre (SIAC) pada 1 Juli 2013, PT MTP dinyatakan wanprestasi dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada PT KYMCO sebesar 11,1 juta dolar AS terhadap putusan SIAC tersebut PT MTP belum melaksanakan kewajibannya, sehingga PT KYMCO pada 24 Desember 2013 mendaftarkan putusan tersebut di PN Jakpus agar putusan tersebut dapat dieksekusi di Indonesia.

Atas pendaftaran itu, PN Jakpus menyatakan bahwa putusan SIAC dapat dilakukan eksekusi di Indonesia. PN Jakpus lalu melakukan Aanmaning kepada PT MTP melalui PN Tangerang.

“Mengetahui panggilan aanmaning tersebut, terdakwa memerintahkan Wresti Kristian Hesti Susetyowati untuk mengupakan penundaan aanmaning,” tambah jaksa Abdul Basir.

Baca juga:  Kapolres Keliling Naik Sepeda, Pantau New Normal Sambil Bagikan Sembako

Wresti Kristian Hesti Susetyowati adalah bagian legal PT Artha Pratama Anugerah yang merupakan bagian dari Lippo Group. Pada 14 Desember 2015 Wresti lalu menemui Edy Nasution di kantor PN Jakarta Pusat.

Edy Nasution menyetujui penundaan itu sampai Januari 2016 dengan imbalan Rp100 juta.

“Selanjutnya Wresti melaporkan kepada terdakwa bahwa proses aanmaning dapat ditunda sampai Januari 2016 dan untuk itu Edy Nasution meminta imbalan uang sebesar Rp100 juta. Kemudian Wresti meminta persetujuan terdakwa bahwa uang Rp100 juta akan diminta dari Hery Soegiarto (Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana) dan terdakwa menyetujuinya,” tambah jaksa Basir.

Atas perbuatannya, Eddy Sindoro didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga:  Curi Sebelas Sak Beras di Gudang, Begini Cara Mengangkutnya

Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Terhadap dakwaan tersebut, Eddy Sindoro tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). “Tidak akan mengajukan eksepsi,” ucap Eddy Sindoro.

Eddy Sindoro sendiri pernah melarikan diri keluar negeri sejak November 2016 hingga menyerahkan diri pada 12 Oktober 2018 di KBRI Singapura.

Sedangkan Doddy Ariyanto Supeno sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan dan Edy Nasution divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan pada 2016 lalu. (drh/ant)

 

 

iklan