JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Curah hujan yang tinggi beberapa hari terakhir mengancam pertanian mengalami kebanjiran. Di sejumlah daerah bahkan sudah mengalaminya. Kementerian Pertanian (Kementan) terus memantau dan siap melakukan penanganan.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sekitar 1.000 hektare sawah terendam banjir sejak 16 Januari 2019.
“Luasan tersebut berdasarkan pendataan sementara yang kami lakukan terhadap area persawahan di tiga kecamatan yang terendam Banjir, yakni Tambak, Sumpiuh, dan Kemranjen,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan oKabupaten Banyumas Widarso.
Dari luasan yang terendam banjir tersebut, kata dia, terdapat sekitar 300 hektare tanaman padi yang mati karena terlalu lama terendam banjir.
“Tanaman padi yang usianya kurang dari satu bulan berpotensi mati jika terendam banjir terlalu lama. Sementara tanaman padi yang berusia lebih dari satu bulan diharapkan masih bisa bertahan hidup,” katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan luasan tanaman padi yang mati akibat terlalu lama terendam banjir masih akan bertambah jika genangan air tidak segera surut.
“Mudah-mudahan genangan air segera surut. Tapi kalau masih terjadi hujan lebat seperti beberapa hari terakhir, luasan tanaman padi yang terancam mati bisa bertambah,” tegasnya.
Terkait dengan hal itu, Widarso mengatakan, pihaknya telah melaporkan ke pemerintah pusat melalu Kementerian Pertanian terkait dengan potensi kerugian yang dialami petani akibat banjir tersebut meskipun luasan tanaman padi yang berpotensi mati masih terus berkembang.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Pending Dadih Permana mengatakan, pihaknya terus memantau kondisi pertanian yang berpotensi atau sudah mengalami kebanjiran. Dirinya mengaku siap memberikan segala bantuan untuk mengatasinya.
Pertama, memberikan bantuan bibit padi dan pupuk. Bantuan ini berlaku pada para petani yang tidak memiliki asuransi. Kedua, bagi petani yang memiliki asuransi bisa langsung meminta ganti rugi tersebut.
“Insya Allah kita akan bantu bibit padi dan pupuk untuk daerah yang betul-betul terkena banjir dan dia belum asuransi. Bagi yang sudah asuransi langsung diganti, nanti nilai asuransinya 1 hektar Rp 6 juta,” kata Dadih Permana.
Hal ini diharapkan menjadi salah satu bagian dari membuat para petani terlindungi. Serta untuk membuat petani tidak ragu dalam bercocok tanam ia juga berencana mengembangkan asuransi tersebut ke sektor lainnya.
Namun, Dadih juga terus mendorong petani untuk mandiri dalam kepesertaan di Asuransi usaha tani padi (AUTP). Saat ini total klaim yang diberikan oleh penyelenggara asuransi pertanian adalah Rp 6 juta per hektare.
“Makanya tugas pemerintah melakukan sosialisasi dan sebagainya. Ke depan, kami akan dorong mereka untuk mandiri. Pemerintah akan berkomitmen dengan itu, karena belum semua (ikut asuransi),” kata Dadih Permana.
Program ini mewajibkan petani membayar 3% dari total tanggungan dengan 80% subsidi pemerintah. Sehingga petani cukup membayar Rp 36.000.
Dadih mengungkapkan, sejauh ini beberapa daerah menginginkan melakukan asuransi secara mandiri. Yaitu dengan membayar preminya sendiri atau tanpa bantuan dari pemerintah. Jika petani melakukan asuransi secara mandiri maka petani perlu membayar premi sebesar Rp 160 ribu per bulan selama tiga tahun.
“Beberapa daerah di Jawa Barat juga sudah menginginkan pembayaran secara mandiri. Artinya mereka sudah tidak di-cover lagi 80% dari APBN. Mereka bahkan mau membayar preminya sendiri,” ungkap Dadih.
Sejauh ini, Dadih menilai tidak ada kendala baik dalam klaim maupun dalam pembayaran premi. Namun hal penting adalah mengajak seluruh petani untuk mengasuransikan lahannya.
“Tidak ada kendala dalam prosesnya. Yang penting adalah edukasi kepada masyarakat. Jadi, asuransi itu akan mandiri pada saat mereka sifatnya massal (mengikuti asuransi) dan respon masyarakat sudah mulai muncul,” ujarnya.
Asuaransi pertanian merupakan upaya perlindungan terhadap petani untuk meminimalisir resiko kerugian atau kegagalan yang mungkin dialami dalam budidaya hasil pertaniannya.
Data Kementerian Pertanian menyebutkan pada tahun 2015 ada 42.030 ha yang mengikuti AUTP, akumulasi tahun 2016 sebesar 499.999 ha, dan kemudian di tahun 2017 sebanyak 997.960 ha dan pada tahun 2018 sebanyak 246.785 ha dengan akumulsi per tahun 2018 adalah 1.744.745 hektare lahan yang diasuransikan.(*)