JATENGPOS.CO.ID, SLEMAN – Pagi itu, Minggu (24/2), masyarakat tumpah ruah di sepanjang jalan di kawasan Selomartani menuju Monumen Perjuangan Taruna, tempat upacara peringatan 70 tahun Pertempuran Plataran. Mereka antusias menyaksikan pawai budaya baik oleh Taruna Akmil maupun masyarakat yang ikut pawai budaya dengan mengenakan pakaian prajurit kerajaan. Keceriaan tampak di wajah warga yang berdiri di pinggir jalan menyaksikan pawai budaya ini. Pawai budaya di sini bisa menjadi dayatarik sebagai wisata sejarah.
Usai pawai budaya dilanjutkan dengan upacara peringatan 70 tahun Pertempuran Pelataran. Upacara dipimpin Gubernur Akmil Mayjen TNI Dudung Abdurachman. Di sini masyarakat tak beranjak dan semakin antusias dengan ditampilkannya drama Pertempuran Plataran. Drama ini menyajikan narasi sejarah para pejuang MA Yogya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Gubernur Akmil Dudung Abdurachman yang melihat besarnya antusias masyarakat setempat tergugah untuk tampil bernyanyi menghibur masyarakat. “Saya senang dengan besarnya antusias masyarakat di sini. Saya juga berterima kasih kepada mereka yang sudah ikut aktif terlibat dalam drama maupun pawai budaya memperingati Pertempuran Plataran ini. Mari kita jaga dan lestarikan semangat ini,” ujar Dudung Abdurachman yang sempat menyanyikan tembang campursari.
Dudung menegaskan peringatan Pertempuran Plataran sebagai jejak sejarah harus bisa menjadi inspirasi semangat bagi generasi muda, terlebih Taruna Akmil. “Mereka harus mencontoh para pejuang, semangatnya, rela berkorban demi bangsa dan negara,” kata Dudung.
Masih dalam rangkain 70 tahun peringatan Pertempuran Plataran, Universitas Gajahmada Press meluncurkan Buku Akademi Militer Yogya Dalam Perjuangan Fisik, 1945-1949, karya Drs.Moehkardi. “Saya menyarankan agar seluruh anggota IKAM memiliki buku ini, minimal 2 buah, satu utk sendiri dan satu utk anak/cucu. Karena dalam buku ini ada sejarah dan nama-nama orang tua kita,” kata Indroyono Soesilo, Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Bahari Kemenpar yang juga putra Soesilo Sudarman, pahlawan yang ikut berjuang dan tergabung dalam MA Yogya.
Menyusuri jejak sejarah Pertempuran Plataran tak lepas dari tempat-tempat yang menjadi lokasi gerilya para pejuang MA Yogya. Tempat-tempat bersejarah itu antara lain Selomartani, Sambiroto, Jembatan Bogem dan Jembatan Bendan. Selain itu Yogya sebagai kota sejarah juga memiliki lokasi kuat untuk dipromosikan sebagai wisata sejarah.
“Jadi kalau kita di pariwisata untuk mengembangkan suatu destinasi biasanya ada istilah 3A (Atraksi, Amenitas dan Aksebilitas). Kalau rute pertempuran plataran kita sudah kemas menjadi suatu wisata sejarah, nah ini merupakan suatu yang kita bilang Atraksi,” kata Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Multikultural Eshty Reko Astuty.
Esthy menilai jika ini nanti sudah bersama dengan pemerintah daerah, khususnya di daerah Plataran, dimana sejarah itu terjadi maka bukan tidak mungkin mampu mendongkrak kunjungan wisatawan ke daerah Plataran.
“Saya lihat ini sudah ada, seperti dari warga desanya, sudah membuat suatu even atau aktifitas. Seperti kemarin katanya sudah ada parade, terus kemudian ada beberapa aktifitas lain yang bisa dilaksanakan. Nah ini mungkin bisa memperkaya suatu jalur wisata sejarah atau produk wisata sejarah yang kita buat rutenya tadi,” ujar Eshty.
Menurut Eshty ide awalnya sebenarnya datang dari Indroyono Soesilo yang memang mencoba menghidupkan kembali dan membuat suatu rute perjuangan MA Yogya. “Ini kita bisa jadikan suatu daya tarik khususnya wisata sejarah atau yang berbau budaya, dan ini diperkaya lagi dengan respon yang positif dari Akmil. Gubernur Akmil, Wakil Gubernur dan jajarannya stafnya semuanya mendukung. Dukungan baik dari sisi sejarah, maupun dari sisi kontennya yang valid. Lantas kita kemas ini jadi suatu produk wisata jalur wisata yang menarik,” ujar Eshty
Diakui Eshty saat ini Traveler sebagian besar adalah segmen milenial. Mereka umumnya pengguna media sosial. “Seperti Pak Indro sampaikan dimana sekarang segmen milenial ini cukup besar kalo dari traveler. Jadi dari wisatawan sekitar 50% lebih. Jadi ini kita harus kemas dan promosikan melalui media-media yang memang populer, apalagi kita ingin memberikan informasi kepada generasi ke-3 dan ke-4 yang umumnya generasi milenial. Jadi kita harus menyampaikan juga lewat media yang sangat familiar dengan generasi milenial, lewat sosial media. Istilahnya di digitalisasi,” tutur Eshty.(rif)