JATENGPOS.CO.ID, Jakarta – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menggelar diskusi publik dan simposium untuk menjaring saran dan masukan dari publik terkait RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian saat membuka kegiatan itu, di Jakarta, Senin, mengatakan bangsa Indonesia perlu terus waspada terhadap potensi serangan siber (cyber awareness).
Tanpa kesadaran siber, kata dia, tidak mungkin bisa mewujudkan ketahanan siber sehingga keberadaan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber sangat diperlukan.
Saat ini, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang diinsiasi DPR telah diserahkan kepada pemerintah dan dibutuhkan keseriusan semua pihak untuk bisa segera mengesahkan RUU tersebut.
Apalagi, kata Hinsa, potensi ancaman kejahatan siber di Indonesia terus meningkat seiring dengan besarnya ketergantungan masyarakat terhadap internet.
Menurut dia, kejahatan siber dapat mengganggu kedaulatan non fisik, serta bisa mengganggu sektor-sektor strategis nasional.
Oleh karena itu, Hinsa mengingatkan sangat dibutuhkan payung hukum yang kuat untuk penerapan keamanan siber secara nasional.
Diskusi publik yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, itu diikuti sekitar 300 peserta, terdiri dari perwakilan kementerian, lembaga, akademisi, praktisi, profesional, lembaga sosial masyarakat (LSM) hingga komunitas siber.
Kegiatan tersebut dimaksudkan memfasilitasi segenap komponen masyarakat yang akan memberikan tanggapan dan saran terkait substansi RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Harapannya, semua respons yang diterima menjadi materi umpan balik forum rapat dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Selain Kepala BSSN sebagai pemateri, dua narasumber dihadirkan, yakni Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dan pakar hukum telematika Universitas Indonesia Edmon Makarim.
Bambang Soesatyo juga mengingatkan pentingnya RUU Siber untuk melindungi segala aset yang berkaitan dengan kepentingan dan hajat hidup orang banyak.
“RUU Siber kita buat untuk melindungi segala aset untuk kepentingan hajat hidup orang banyak dari kemungkinan sabotase, dan aneka upaya lain yang dapat merusak aset, menimbulkan keonaran, gangguan keamanan, dan ketertiban,” kata politikus Golkar itu. (fid/ant)