JATENGPOS.CO.ID, PATI – Ratusan nelayan dari Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Senin menggelar unjuk rasa untuk menuntut pemerintah melegalkan alat tangkap ikan jenis cantrang.
Aksi ratusan nelayan yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIB itu, digelar di depan kantor Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Juwana, Kabupaten Pati.
Para pengunjuk rasa juga mengusung spanduk bertuliskan “kembalikan hak kami, legalkan cantrang, Bapak Jokowi pilih Susi atau nelayan, save cantrang”.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Juwana Rasmijan dalam orasinya di Pati, Senin, menyesalkan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang mengeluarkan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Larangan Penggunaan Alat Tangkap Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik.
Bahkan, lanjut dia, alat tangkap ikan yang termasuk dilarang mencapai 17 unit alat tangkap, sehingga tidak hanya cantrang.
Hanya saja, kata dia, nelayan yang berani menolak dan bersuara baru nelayan cantrang.
“Masa transisi sudah berakhir per 31 Desember 2017, sehingga para nelayan cantrang di Pati tidak melaut,” ujarnya.
Ia mencatat, ada sekitar 150-an kapal cantrang yang tidak berani melaut.
“Apabila aksi hari ini 1) yang digelar serentak di sejumlah daerah belum juga ada solusi, maka nelayan akan kembali menggelar aksi di Jakarta,” ujarnya.
Seharusnya, lanjut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan berani melakukan uji petik untuk memastikan apakah alat tangkap ikan jenis cantrang ramah lingkungan atau tidak.
Pasalnya, lanjut dia, hasil uji petik hingga empat kali.
Di antaranya, dilaksanakan oleh DPRD Provinsi Jateng, Partai Nasdem, serta dari Pemerintah Kota Tegal.
Hasilnya, lanjut dia, alat tangkap ikan yang sudah digunakan sejak 30-an tahun lalu itu dinyatakan ramah lingkungan.
Kaswi, seorang nelayan asal Juwana menyesalkan, ternyata KKP tidak mau terjun ke lapangan, namun asal melarang.
Padahal, lanjut dia, keberadaan alat tangkap ikan jenis cantrang juga memberikan manfaat yang cukup besar karena membuka lapangan kerja yang cukup besar.
Setiap kapal, kata dia, membutuhkan antara 15-20 anak buah kapal, belum termasuk para pekerja yang berada di tempat pelelangan ikan (TPI) atau perusahaan pengolah ikan hasil tangkapan nelayan.
“Jangan sampai, kebijakan KKP yang melarang alat tangkap ikan jenis cantrang justru menimbulkan kesengsaraan keluarga nelayan, terutama anak-anak nelayan tidak bisa melanjutkan pendidikannya,” ujarnya.
Dalam mengeluarkan kebijakan yang dinilai sepihak, kata dia, pemerintah juga tidak mengimbanginya dengan langkah solusi atas larangan tersebut.
Ia berharap, aturan soal pelarangan alat tangkap ikan tersebut dicabut.
Apabila tidak dicabut, nelayan mengancam melakukan aksi unjuk rasa yang lebih besar. (drh/ant)