JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (Lazismu) Jateng menggandeng PWI Jateng menggelar Sekolah Amil Jurnalistik Filantropi di kampus Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus). Kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut dibuka oleh Sekretaris PW Muhammadiyah Jateng, Drs H Wahyudi, Senin (30/11/2020).
Sekretaris PW Muhammadiyah Jateng, Drs H Wahyudi mengatakan, peran jurnalis di dalamnya diharapkan mampu menyampaikan informasi yang jujur, tidak kemudian membuat isu yang membuat resah masyarakat dan membuat fitnah.
Dalam konteks agama, sabar memiliki potensi yang luar biasa. Maka kadang banyak orang menafsirkan bahasa Jawa salah mengartikan jargon tersebut. Misalnya alon-alon waton kelakon, bukan bekerja santai asal kelakon, tetapi maknanya harus ada target yang matang untuk mencapai tujuan.
”Oleh karena itu kader-kader Lazismu yang mengikuti Sekolah Amil Jurnalistik Filantropi harus memaknai jargon bahasa Jawa secara benar. Alon-alon waton kelakon harus diartikan sebagai sesuatu bukan santai-santai saja dalam pengembangan perolehan menghimpun zakat,” kata Wahyudi.
Untuk itu, lanjutnya, bahasa yang digunakan para jurnalis Lazismu diharapkan bisa memakai bahasa yang sesuai dengan medianya, harus memiliki karakter, sehingga mampu membuat orang trenyuh untuk menyalurkan zakat melalui Lazismu. Hal ini termasuk membuat kepercayaan masyarakat karena telah menstasyarufkan zakat secara benar.
Sementara itu Ketua Lazismu Jateng, H Dodok Sartono SE MM menyampaikan, Indonesia menurut riset tahun 2018 merupakan negara paling dermawan di dunia. Pihaknya yakin, salah satunya peran utama adalah media.
Oleh karenanya salah satu skill yang harus dikuasai amil adalah membangun gerakan media untuk filantropi. Melalui media ini menjadi langkah strategis, bagaimana gerakan penyantunan ini tidak sekadar melaksanakan tugas keagamaan, tetapi harapan masa depan. Apalagi sekarang banyak media yang sangat beragam, baik online atau cetak sehingga akan menambah dinamika untuk menyampaikan informasi tentang Lazismu kepada masyarakat.
”Dulu saya pernah bekerja di filantropi, salah satunya mendapat tugas membuat tulisan yang benar-benar menyentuh perasaan. Kalau tulisan itu tidak membuat orang menangis belum dianggap lulus. Pada waktu itu tulisannya harus membuat orang menangis. Jadi tulisan itu kira-kira harus membuat orang menjadi berempati. Maka bagaimana, hard newsnya ada, soft news juga ada, maka para amil nantinya diharapkan bisa membuat berita tentang Lazismu dengan soft news, sehingga membuat orang tergerak untuk peduli,” terangnya.
Target filantropi kita adalah anak-anak muda yang mulai dengan pembayaran nontunai. Saat ini 90 persen penghimpunan filantropi menggunakan media online secara nontunai. Oleh karena itu, Lazismu harus berubah, tidak hanya mengandalkan ritel door to door manual, apalagi target market filantropi kita adalah pembayaran nontunai, sehingga amil harus mampu memabfaatkan media online.
”Melalui Jurnalistik Filantropi diharapkan Lazismu Jateng menjadi barometer di Indonesia. Karena untuk saat ini penghimpunan Lazismu mencapai Rp 70 miliar per tahun,” ujar Dodok.
Ketua PWI Jateng, Amir Machmud NS SH menambahkan, saat ini ada pengakuan tentang pentingnya posisi media, terutama pada tema-tema jurnalisme filantropi untuk menggali potensi dana umat, terutama pengembangan Lazismu. Untuk memahami sejauh mana memahami media filantropi, bukan saja untuk amil Lazismu, tetapi juga untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan.
”Sebagai misal, PWI Jateng telah menjalin bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di Jateng, tidak lain ingin menebarkan virus maslahat dunia kewartawanan, sebagai hal yang bisa menjiwai dalam kehidupan kita. Tugas-tugas kewartawanan itu antara lain bagaimana kita menyeimbangkan keadilan, bagaimana kita menjalankan tugas kemanusiaan,” katanya.
Wakil Rektor II Unimus, Dr Hadi Winoto mengatakan, tidak asing dengan dunia jurnalistik. Pernah menjadi kontributor, hingga sampai kuliah. Meskipun kuliahnya di akuntansi, tetapi ada benang merahnya. Jurnal dalam keuangan adalah catatan harian keuangan yang harus diinfokan. Dan ternyata kalau dihububungkan dengan ilmu jurnalistik hampir sama, sama-sama menyajikan jurnal harian.
”Kebetulan saya mendampingi salah satu calon peserta pilkada. Maka melantropi di bidang politik juga ada. Maka saya pernah berbicara dengan teman, mbok ada urunan untuk calon peserta yang didukung. Tetapi istilah urunan itu kok nggak pada dong. Maka istilah urunan ini bagi penghimpunan Lazismu harus diupayakan sebagai kantong menghimpun penerimaan zakat,” ujarnya.
Untuk pengembangan Lazismu ini para kader amil diharapkan harus legawa sebagai pejuang menghimpun zakat. Oleh karena itu kader Lazismu harus mendekati tokoh yang kompeten untuk sowan yang bisa memberi kepercayaan demi pengembangan penghimpunan zakat.
”Lazismu harus mendekati media, kalau sekarang ini banyak online, maka harus diberdayakan ke media online,” pungkasnya.(aln)