JATENGPOS.CO.ID, – Dunia itu seperti TV. Acara pesta dan duka bisa terjadi bersamaan –tinggal ganti channel.
Kemarin ada pesta besar di California –berakhirnya banyak pembatasan akibat Covid.
Kemarin pula begitu banyak berita duka di Indonesia akibat Covid –salah satunya dokter tim penemu alat penolong pasien Covid: Dr dr Ike Sri Redjeki.
Kegembiraan paling nyata diperlihatkan sebuah bar terkemuka di Hollywood: Abbey Food & Bar. Itu bar yang sangat terkenal.
Bintang film seperti Caitlyn Jenner, Christina Aguilera, Rita Ora, Janet Jackson, dan Elizabeth Taylor pernah ke sini.
Pemilik dan pelanggannya tahu: tanggal 15 Juni adalah hari ”kemerdekaan” California dari Covid-19. Mereka begitu antusias menunggu datangnya tanggal itu.
Maka begitu jam 00.00 tiba, ingar bingar di bar itu dimulai. Di situ ada restoran, lantai dansa, dan tempat santai untuk minum-minum. Pesta kemerdekaan dimulai. Penuh. Meriah. Bebas.
Itu adalah bar yang terkenal sebagai ”bar gay” di Hollywood. Sekarang lebih dikenal sebagai ”bar LGBT”. Pawai Pride –pawainya LGBT– dimulai dari bar ini. Untuk kawasan Los Angeles.
Tahun ini pawai itu istimewa. Covid sudah praktis berlalu. Dan Kamala Harris, tiga hari lalu ikut hadir di pawai Pride di Washington DC. Itulah kali pertama ada pejabat setingkat Wapres hadir di pawai LGBT.
California adalah negara bagian dengan ekonomi terbesar di Amerika. Penduduknya juga terbanyak. Hanya luas wilayahnya kalah dengan Texas, Alaska dan banyak negara bagian lain. Ekonomi California sendiri sudah hampir 20 persen ekonomi Amerika.
“Ekonomi Amerika tidak akan sembuh kalau ekonomi California tidak mulai bangkit,” ujar gubernurnya seperti tersiar di semua media di sana.
Sang gubernur memang menegaskan: tidak ada lagi pembatasan kapasitas restoran dan tempat-tempat umum. Juga tidak harus lagi memakai masker. Tidak harus pula menjaga jarak. Masker tinggal diharuskan di pesawat, rumah sakit dan sejenis itu.
Menjalani kebebasan baru itu banyak yang merasa aneh.
“Rasanya seperti belajar kembali hidup sebagai manusia,” ujarnya.
Sudah setahun lebih mereka seperti bukan makhluk sosial. California adalah negara bagian terparah jadi korban Covid.
Serba terbanyak: yang terjangkiti maupun yang meninggal.
California adalah negara bagian yang pertama melakukan lock down. Kini menjadi negara bagian pertama yang menghapus pembatasan. Sebulan terakhir memang nyaris tidak ada lagi pasien baru Covid di California. Capaian vaksinasinya sudah 70 persen.
Pelaksanaan undian vaksinasi berhadiah Rp 20 miliar terbukti berhasil. Ada sepuluh orang yang sudah divaksinasi yang masing-masing mendapat hadiah Rp 20 miliar. Masih banyak lagi hadiah dengan nilai di bawah itu.
Undian berhadiah itu diadakan karena sampai dua minggu lalu baru 64 persen penduduk yang divaksin. Rangsangan hadiah ternyata ampuh sebagai alat mencapai target 70 persen.
Hidup hadiah! Namun, ”piala” paling taat vaksinasi bukan diraih California. Negara bagian Vermont lah yang paling taat. Di Vermont, tanpa hadiah, capaian vaksinasinya 90 persen.
Penduduk negara bagian di utara New York itu memang hanya 600.000 orang. Kulit putihnya 95 persen. Umumnya orang tua. Yang muda-muda pergi ke Boston atau New York.
Kemerdekaan Vermont pada Covid tidak dirayakan. Perannya sangat kecil sekali untuk negara. Saya menghubungi tiga teman asal Indonesia di sana.
“Saya dokter gigi. Saya harus tetap selalu pakai masker,” ujar drg Irawan.
Saya pernah bermalam di rumahnya di Los Angeles. Gus Dur pernah pula mampir. “Saya baru ke supermarket Asia. Semua orang masih pakai masker,” ujar Butce, pengusaha ikan yang kini jadi YouTuber tentang Indonesia.
Orang Asia kelihatannya lebih taat bermasker di sana. Supermarket Asia adalah supermarket yang menjual bahan-bahan makanan asal Asia –mayoritas dari Tiongkok, Vietnam, Korea, dan Thailand.
Minggu lalu 200-an orang asal Indonesia melaksanakan upacara di sana. Di ruang terbuka. Mereka mengibarkan bendera merah putih setinggi 200 meter. Untuk Hari Kebangkitan Nasional.
“Semua memakai masker,” ujar Butce, Tionghoa asli Biak, Papua itu. “Saya takut. Ngeri,” ujar Lian Gouw, 85 tahun, asal Bandung.
Dengan dibebaskannya California semua orang akan datang ke sini. Termasuk dari luar negeri. Itu bahaya bagi Lian yang sudah 50 tahun di Amerika.
Lian memang belum vaksinasi, karena tidak boleh. Ia mempunyai masalah autoimun. “Jadi saya harus tetap hati-hati,” ujar Lian.
Dia kini sibuk memimpin penerjemahan karya-karya sastra penulis Indonesia ke dalam bahasa Inggris.
Lian mendirikan perusahaan penerbitan di San Francisco, Dalang Publishing, agar buku-buku karya orang Indonesia bisa beredar di Amerika.
“Kapan ya Covid hilang dari Indonesia? Saya sudah kangen pulang ke Indonesia,” katanya.
Dulu Lian sangat benci Indonesia. Kini jatuh cinta lagi pada Indonesia. Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Lian itu.
Saya justru sangat sedih. Di saat California merdeka itu kita kehilangan Dr dr Ike Sri Redjeki.
Dialah anggota tim inti penemuan ventilator pertama made in Indonesia: Vent-I. Yang dilahirkan di Masjid Salman ITB, Bandung.
Memang ada Dr Ir Syarif Hidayat sebagai inisiator, tetapi ia seorang teknologi ITB. Dr Ike-lah yang membuat ciptaan itu cocok digunakan sebagai alat kesehatan. Terutama sebagai penambah oksigen bagi pasien Covid agar tidak perlu masuk ICU.
Kabar duka juga datang dari Jakarta. Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meninggal di hari kemerdekaan kemarin.
Saya menghubungi putra bungsu dr Ike yang juga sama dengan ibunya: dokter ahli anestesi, dr Radian Ahmad Halim.
Pun almamaternya sama dengan sang ibu: Universitas Padjadjaran, Bandung.
“Sebenarnya ibu saya sehat sekali. Tidak ada diabet. Tidak ada darah tinggi,” ujar dr Radian.
“Beliau memang sudah senior, 71 tahun,” tambahnya.
Kalau pun pernah sakit itu tahun 2016. Yakni sakit myelofibrosis. Sakit terkait tulang sumsum yang tergolong langka.
Suami dokter Ike, juga seorang dokter, meninggal satu tahun lalu, karena stroke. Radian anak ketiga. Dua kakaknya berkarier di dunia perfilman.
Dokter Ike sekitar sepuluh hari dirawat di rumah sakit. Ketika masuk ICU dr Ike memanggil Radian. Ingin bicara. Radian pun merasa sang ibu sudah siap-siap untuk meninggal.
Sang ibu menceritakan bahwa semua utang dan kewajiban sudah dia selesaikan. Yang belum tinggal penutupan kartu kredit.
“Ibu sebenarnya ingin selesaikan juga, tetapi administrasi kartu kredit agak panjang,” ujar Radian.
Sang ibu juga sudah mencari-cari makam untuk dirinya. Namun, belum sampai mendapatkan sudah masuk ICU. Akhirnya Radian memutuskan sang ibu dimakamkan di pemakaman Al Azhar, Karawang.
Al Azhar memang menerima jenazah Covid sekaligus mengizinkan suatu saat boleh dipindah ke makam lain.
“Kami merencanakan suatu saat nanti memindah makam ibu ke Sirnaraga,” ujar Radian. “Agar kumpul dengan makam ayah, kakek, dan nenek,” tambahnya.
Sirnaraga terletak tidak jauh di belakang kampus Unpad.
Dokter Ike ternyata terjangkiti Covid dari asisten rumah tangga. Waktu itu sang asisten pulang kampung.
Ketika tiba kembali dilakukan tes: negatif.
Beberapa hari kemudian batuk-batuk. Dites lagi: positif.
Seisi rumah langsung dites. Radian sendiri –yang sejak ayahnya meninggal serumah dengan sang ibu– juga terjangkiti. Begitu juga anak Radian. Dan sang ibu.
Hanya istri Radian yang negatif. Radian lebih dulu sembuh. Lalu bisa merawat sang ibu di hari-hari akhirnya.
Sedih: dokter Ike maupun dr Radian sama-sama sudah divaksinasi. Sudah dua kali. (*)