Ahli Gizi: Program Ketahanan Pangan dengan Pendamping Beras Perlu Berkelanjutan

Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu saat memasak menu dengan bahan non-beras dalam Festival Pendamping Beras di Car Free Day di Simpang Lima, Kota Semarang, Minggu (8/10).

JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Sebagai upaya menjaga kedaulatan pangan di tengah ancaman krisis pangan global, Pemerintah Kota Semarang menggelar Festival Pendamping Beras yang dilaksanakan saat Car Free Day di Simpang Lima, Kota Semarang, Minggu (8/10) lalu. Kegiatan ini pun mendapat respon positif dari banyak kalangan, termasuk para akademisi.

Ahli Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Fitriyono Ayustaningwarno menilai, Festival Pendamping Beras yang digagas Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau yang akrab disapa Mbak Ita merupakan upaya tepat mengatasi dampak kemarau panjang.

Yusta, sapaan akrabnya mengatakan, makanan pendamping beras kini menjadi salah satu target pemerintah untuk menyikapi dampak kemarau kering. El Nino merupakan hal yang paling dikhawatirkan membuat pasokan beras menurun.

“Kita bisa amati, harga beras naik, sehingga bisa coba penggunaan berbagai macam sumber karbohidrat non beras dan terigu, seperti yang sudah dicoba oleh Pemerintah Kota Semarang lewat Festival Pendamping Beras, dengan mengenalkan ulang 10 bahan alternatif pengganti beras,” katanya, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (9/10).

iklan
Baca juga:  Semarang dan Solo Prioritas Rapid Test Corona

Bahan non-beras yang dikenalkan ulang dalam festival yaitu, jagung, sukun, pisang, singkong, talas, ubi, porang, sagu, hanjeli, dan sorgum. Menurutnya, 10 jenis bahan pangan itu adalah alternatif yang mudah didapatkan termasuk cara mengolahnya.

“Pendekatan untuk mengatasi El Nino ini perlu yang komprehensif, dengan festival pendamping beras adalah salah satu cara yang cukup efektif di awal-awal ini,” ujarnya.

Hanya saja, Yusta mengatakan, festival gagasan Mbak Ita itu harus berkelanjutan. Dia menekankan pentingnya sosialisasi dan pendampingan terhadap kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar bisa memproduksi produk olahan non-beras.

“Yang perlu diperhatikan yaitu, kontinunitas bagaimana selalu ada di lingkungan, sehingga konsumen bisa akses terus-menerus jadi tidak seremoni,” katanya.

Baca juga:  Sedimen Tinggi, Sungai Kedung Kaliwungu Dinormalisasi

Yusta menyebut, nilai karbohidrat dan protein beberapa sumber makanan tersebut tak kalah dengan kandungan yang terdapat dalam beras. Mudahnya, kata dia, melihat isi piring yang direkomendasikan Kementerian Kesehatan dapat menjadi rujukan.

“Agar bisa mengkonsumsi makanan seimbang untuk menghasilkan daya tahan tubuh yang aktif sepanjang hari. Tentunya harus dilengkapi dengan sumber protein, seperti tahu, tempe, ikan, dan telur,” tuturnya.

Sebelumnya dalam Festival Pendamping Beras, Mbak Ita berharap masyarakat bisa lebih hemat karena mengurangi konsumsi beras dan menggantinya dengan sumber karbohidrat lain. Ia mengatakan, melalui festival itu dapat mengantisipasi krisis pangan dan menghindari keluhan masyarakat jika harga beras naik.

“Mengajak bagaimana tanpa beras atau mengurangi konsumsi beras masih banyak variasi makanan yang bisa dihadirkan di rumah masing-masing. Dengan kandungan karbohidrat sama, beberapa bahan makanan asli Indonesia ini banyak yang lebih sehat daripada gandum dan beras,” kata Mbak Ita.

Baca juga:  Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Semarang Diperpanjang Hingga 7 Juni

Mbak Ita menyatakan, stok beras di Kota Semarang masih aman hingga akhir tahun 2023. Stok perbulan yang dimiliki Kota Semarang yakni 8 ribu ton dan tidak akan dikurangi. Hanya saja, beras memang saat ini masih menjadi problem karena harganya yang naik.

Meski begitu, Mbak Ita memastikan program-program agar tidak ketergantungan dengan beras akan terus dilakukan. Dirinya juga akan menyediakan produk-produk pendamping beras untuk kebutuhan masyarakat. “Masyarkat bisa berjuang dan tidak ada kata mengeluh harga beras dan gula naik. Ini bisa dimanfaatkan untuk berhemat,” tuturnya. (sgt)

iklan