Anak didik sebagai bagian dari manusia memiliki sifat alamiah untuk selalu hidup berdampingan dan membutuhkan bantuan orang lain. Pendampingan dan hubungan saling bekerjasama secara mudah dapat diterapkan dalam kelas pada proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan melatih anak didik untuk bekerjasama dalam memecahkan dan menguraikan segala permasalahan yang terkait dengan materi pembelajaran. Guru sebaiknya mempelajari fenomena tersebut sebagai acuan dalam membuat konsep proses pembelajaran. yang selaras mengikuti naluri anak didik sebagai Homini Socius. Guru tidak diperkenankan merasa memiliki sistem Hierarki tertinggi dalam proses pembelajaran. Beberapa guru seringkali masih menggunakan model pembelajaran yang kovensional dalam bentuk ceramah, membaca, mencatat dan merangkum materi. Hal ini secara tidak langsung akan membuat pemikiran anak didik semakin buntu. Pemanfaatan model konvensional menyebabkan anak didik akan merasa terkungkung dan terbelenggu dalam setiap detiknya ketika mengikuti proses pembelajaran. Proses pembelajaran kooperatif merupakan salah satu solusi kepada anak didik untuk melakukan interkasi sosial didalam lingkungan masyarakat terkecil yaitu kelas.
Tukiran Taniredja, dkk (2011: 55) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama anak didik dalam tugas–tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal sebagai pembelajaran secara berkelompok. Pembelajaran kooperatif lebih dari belajar kelompok. Pada pembelajaran kooperatif terdapat dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif. Pembelajaran akan memungkinkan terjadinya interaksi secara sosial di antara anggota kelompok. Model Two Stay Two Stray merupakan salah satu model pembelajaran yang condong kepada model pembelajaran kooperatif. Ika Berdiati (2010: 92) mengungkapkan bahwa model pembelajaran Two Stay Two Stray atau dua tinggal dua bertamu yaitu pembelajaran koopertif yang memberi pengalaman kepada anak didik untuk berbagi pengetahuan baik di dalam kelompok maupun dalam kelompok lainnya. peran anak didik secara aktif dalam berdiskusi berkelompok menjadi tuntutan untuk memecahkan suatu masalah secara bersama-sama dengan teman sekelompoknya.
Penulis sekaligus guru SD Negeri 02 Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan memanfaatkan model pembelajaran ini di kelas empat dalam pembelajaran tentang pemahaman sifat-sifat bunyi dan keterkaitannya dengan indera pendengaran. Tahapan model pembelajaran ini dimulai dengan guru menjelaskan tujuan pembelajaran, kompetensi dasar dan model pembelajaran. Kemudian guru membagi anak didik menjadi kelompok kecil yang heterogen. masing-masing kelompok diberikan kesempatan berdiskusi tentang permasalahan-permasalahan yang telah diberikan. Guru kadangkala memberikan bantuan dengan menjelaskan pada masing-masing kelompok permasalahan yang belum dipahami. Dua orang perwakilan dari masing-masing kelompok beranjk meninggalkan kelompoknya dan bertamu kepada kelompok yang lain. Kelompok yang lain akan dijamu oleh anggota kelompok yang tidak bertugas sebagai tamu. Penyajian hasil diskusi disampaikan oleh tuan rumah kepada setiap tamu yang datang. Duta atau tamu akan bertamu ke kelompok lain untuk mencari informasi sebanyak–banyaknya. informasi yang dicari adalah tentang materi yang didiskusikan tuan rumah. Semua informasi dirangkum oleh para duta kelompok kemudian dipresentasikan kepada anggota kelompoknya sendiri. Anak didik yang menerima tamu bertugas mendiskusikan hasil kerja secara bersama.
Proses pembelajaran menggunakan model ini ternyata efektif karena nampak minat dan semangat anak didik cukup tinggi. Peningkatan pada hasil belajar juga sangat baik sebagai bagian dari pemahaman anak didik terhdap materi yang disampaikan.
Priyanto, S.Pd.SD
SD Negeri 02 Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan