Pembelajaran merupakan interaksi antar peserta didik dan guru yang didalamnya terdapat proses belajar untuk mempersiapkan peserta didik hidup dimasa yang akan datang. Dalam menghadapi teknologi informasi tersebut, sumber daya manusia di tuntut untuk memiliki kemampuan yang handal sehingga bisa berkompetensi secara global, sehingga memperoleh keterampilan yang tinggi, pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan kerja yang efektif.
Lemahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik di SD Negeri 1 Klambu dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya adalah proses pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh Johnson (Happy dan Widjajanti, 2014: 49) bahwa jika peserta didik dilatih kemampuan berpikirnya, maka akan terbentuk kebiasaan untuk membedakan antara benar dan tidak benar, dugaan dan kenyataan, fakta dan opini, serta pengetahuan dan keyakinan. Dengan demikian peserta didik secara alami akan dapat membangun argumen berdasarkan bukti logis dan terpercaya.
Pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa belum sepenuhnya diakomodasikan melalui kegiatan pembelajaran yang ada. Brooks & Brooks (Muhammad, 2012: 359), menyebutkan bahwa hanya sedikit sekolah yang memberikan ruang kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir yang dimaksud adalah untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif dapat diukur dengan memberikan tes pada empat aspek yaitu berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), orisinalitas berpikir (originality) dan penguraian (elaboration).
Untuk mengembangkan kemampuan berfikir, maka dibutuhkan pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berfikir. Oleh karena itu perlu diterapkan salah satu model pembelajaran yang membuat peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, yaitu menggunakan model Problem Posing. Menurut Suryanto (dalam Tatang,2000) mendefinisikan Problem Posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasi peserta didik. Model Problem Posing ini merupakan pembelajaran kooperatif, dan dapat membuat soal secara berkelompok. Problem posing diartikan sebagai pengajuan masalah, adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada peserta didik untuk membentuk/ mengajukan soal berdasarkan informasi atau situasi yang diberikan, informasi yang ada diolah dalam pikiran dan setelah dipahami maka peserta didik akan bisa mengajukan pertanyaan (Herawati, Siroj, & Basir, 2010). Proses pengajuan masalah berdasarkan ide kreatif masing-masing peserta didik. Lebih lanjut pendekatan problem posing dapat mengembangkan kreativitas pada anak sekolah (Ayllon, Gomez, & Ballesta-Claver, 2016).
Problem posing yang oleh sebagian ahli diartikan sebagai pengajuan masalah, adalah salah satu bentuk pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan peserta didik untuk merumuskan soal dan menyelesaikannya berdasarkan situasi yang diberikan. Menurut Silver (1994), pendekatan problem posing merupakan suatu aktifitas dengan dua pengertian yang berbeda, yaitu proses mengembangkan masalah yang baru oleh peserta didik berdasarkan situasi yang ada dan proses memformulasikan kembali masalah dengan bahasa sendiri berdasarkan situasi yang diberikan. Selanjutnya Silver dan Cai (1996) mengemukakan bahwa problem posing dapat diaplikasikan pada tiga bentuk aktivitas kognitif yang berbeda yaitu presolution posing, dimana peserta didik membuat soal dari situasi yang disediakan, within-solution posing, yaitu peserta didik merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan, dan post solution posing, yaitu peserta didik memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal baru. Abu-Elwan (2000) mengklasifikasikan kondisi problem posing menjadi tiga tipe yaitu kondisi bebas, semi struktur, dan terstruktur. Kondisi bebas dalam problem posing memberi kebebasan sepenuhnya kepada peserta didik untuk membentuk soal sebab peserta didik tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi. Pada kondisi semi struktur peserta didik diberikan kondisi terbuka kemudian peserta didik diminta mengajukan soal dengan cara mengaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Sedangkan pada kondisi terstruktur peserta didik diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut peserta didik diminta untuk mengajukan soal baru.
Melalui penerapan model pembelajaran problem posing di SD Negeri 1 Klambu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga peserta didik dapat memecahkan masalahnya sendiri. Oleh karena itu, penerapan model dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pemberian pengalaman baik secara teoritis maupun praktis tentang bagaimana membuat perangkat pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan evaluasi proses pembelajaran dengan masing-masing model dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa
Oleh
LULY RETNO RAHAYU, S.Pd.SD
Guru Kelas SD Negeri 1 Klambu
Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan