Pembelajaran matematika di SLB B – C Dharma Anak Bangsa sejauh ini guru masih mengunakan model pembelajaran konvensional. Siswa diposisikan sebagai obyek yang dianggap tidak tahu apa – apa. Sementara guru memposisikan dirinya sebagai pendidik yang paling punya pengetahuan. Saat pembelajaran guru cenderung mengunakan metode ceramah, mengurui dan mempunyai otoritas tinggi dalam pembelajaran. Materi pembelajaran matematika diberikan dalam bentuk jadi , siswa tinggal menulis apa yang disampaiakn guru..
Matematika merupakan pelajaran yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi bagi anak tuna grahita apabila diajarkan secara ceramah. Cara mengatasi problem pembelajaran diperlukan pengalaman benda kongkrit, mengunakan contoh sederhana, mengunakan bahasa sederhana yang mudah di pahamai, pembelajaran dilakukan secara menarik dan menyenangkan dengan harapan anak tuna grahita tidak lekas jenuh dan bosan, melainkan anak termotivasi untuk belajar. Anak tuna grahita sering kali dihadapkan pada materi pelajaran berupa konsep – konsep atau definisi-definisi yang abstrak dan verbal.
Pengajaran matematika pada anak tuna grahita harus memperhatikan kondisi usia mental ( umur kecerdasan), kemampuan berfikir,belajar melalui aktifitas konkrit, pengalaman dengan mefungsikan seluruh penginderaan dan tingkat kemandirian anak. Menurut Amin, ( 1995:221) perkembangan berfikir matematika dapat ditingkatkan, sehingga anak tuna grahita dapat memperoleh pengalaman konkrit tentang konsep konsep matematika. Penguasaan dan pemahaman siswa tuna grahita kelas VII di SLB B – C Dharma Anak Bangsa Klaten terhadap konsep-konsep matematika lemah. Pada materi berhitung pengurangan siswa masih kesulitan mengurangkan dengan benar. Guru menyadari belum mengunakan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak. Guru mengajar hanya sekedar mengikuti langkah-langkah yang ada dalam buku pelajaran,sehingga siswa jarang sekali memperoleh pengalaman belajar secara langsung.
Realistic Mathematic Education ( RME) salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar matematika siswa tuna grahita kelas VII di SLB B – C Dharma Anak Bangsa. Menurut La Ode ( 2007: 20) Teori RME mengacu pada asumsi bahwa “ matematika harus dikaitkan dengan realita dan dapat dijumpai dalam aktivitas manusia sehari hari “. Selain itu anak harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkontruksi konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui pengalaman dengan berbagai situasi dan persoalan realistik yang ada dalam kehidupan sehari hari.
Penerapan pembelajaran matematika dengan metode RME pada materi pelajaran berhitung pengurangan siswa tuna grahita kelas VII di SLB B – C Dharma Anak Bangsa Klaten sebagai berikut (1) Membagikan Link ke Group WA siswa,(2) Memberikan masalah dalam kehidupan sehari-hari berupa pengurangan sebuah benda yang ada disekitar,(3) Siswa menyelesaikan masalah pengurangan secara individu dengan dibimbing orang tua,(4) Memberi bantuan jika diperlukan siswa,(5) Memberi kesempatan pada siswa untuk menyajikan hasil kerjaanya dan memberi masukan atas pekerjaannya,(6) Menugaskan siswa menyelesaikan soal matematika kembali maupun memberi pekerjaan rumah.
Pembelajaran dengan Metode Realistic Mathematic Education (RME), mengajak siswa belajar matematika dengan memanfaatkan pengalaman dari kehidupan sehari-hari dan melakukan aktivitas belajar dengan teknik pengulangan sehingga kesulitan siswa teratasi, siswa tidak cepet bosan, siswa termotivasi untuk belajar matematika. Metode RME juga memberi pengalaman dan pengetahuan lebih bermakna bagi siswa untuk menemukan kembali dan merekontruksi konsep-konsep matematika berdasarkan masalah yang ada disekitarnya .
Marno, S.Pd
Guru SLB B – C Dharma Anak Bangsa Klaten