Matematika merupakan objek abstrak dengan ciri utamanya adalah penalaran deduktif. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar, objek-objek abstrak matematika itu harus dapat disajikan dalam bentuk yang kongkrit, kontekstual dan menyenangkan.Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013), matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan simbol dan merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi. Tujuan adanya pembelajaran matematika adalah untuk membuat peserta didik mampu menghadapi keadaan dunia yang terus menerus berkembang dengan cara latihan berpikir kritis, logis, rasional, cermat, jujur, dan efektif. Hal ini menjadikan tuntutan yang sangat tinggi bagi peserta didik yang mungkin tidak dapat dijangkau dengan cara hanya melalui hafalan biasa atau latihan mengerjakan soal ataupun dengan proses pembelajaran biasa. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analistis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Untuk mempermudah pemahaman konsep materi pelajaran, dalam proses belajar mengajar bisa dilakukan dengan berbagai cara.
Dalam kegiatan belajar, sebagian besar peserta didik cenderung hanya mendengarkan,mencatat dan mengerjakan. Metode yang sering digunakan metode ceramah sehingga peserta didik cenderung bosan karena gaya mengajar yang monoton. Sehingga pesan yang ingin disampaikan guru tidak tersampaikan secara maksimal. Hal ini tentu saja menimbulkan kerugian.maka diperlukan penggunaan metode dan media ajar yang lebih menarik. Pada kegiatan inti guru dapat menerapkan metode kontekstual dengan membuat kelompok belajar yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Peserta didik dapat saling bertanya dan menyelesaikan permasalahan dengan cara berdiskusi. Nurhadi (2002:1) mengatakan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik. Mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan sehari-hari.
Untuk memperdalam pemahaman peserta didik bisa dilakukan dengan kegiatan yang menggembirakan. Guru dapat menerapkan metode permainan. Metode permainanan merupakan salah satu metode diantara sepuluh metode untuk mendapatkan partisipasi aktif peserta didik. Silberman (2008:44) permainan juga dapat membantu memecahkan suasana dramatis yang kelak akan terus diingat oleh peserta didik. Sudjana W(1986:18) menjelaskan bahwa permainan matematika dapat meningkatkan kemampuan keterampilan, penanaman konsep dan pemahaman. Permainan matematika juga dapat menciptakan suasana yang menggembirakan sehingga memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran dalam ketiga aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
Pada kelas III SD Negeri Tanjungsari sebelum melaksanakan permainan guru bersama peserta didik mendiskusikan terlebih dahulu mengenai konsep dan prosedur matematika yang telah direncanakan. Pertama mengenal pecahan sederhana dan kedua membandingkan dua pecahan selama dua kali pertemuan menggunakan media sehingga secara kontekstual peserta didik mudah paham.Misalnya guru membagi semangka menjadi 2 bagian sama besar. Masing-masing bagian disebut satu per dua dengan lambang ½. kemudian dibagi lagi menjadi empat bagian disebut satu per empat dengan lambang ¼.
Pada pembelajaran perbandingan dua pecahan yang nilainya lebih kecil, siswa memasangkan suatu gambar dengan angka atau angka dengan angka atau gambar dengan gambar yang nilainya lebih kecil. Aturan permainannya sebenarnya banyak sekali, tergantung tujuan yang akan dicapai, minat, dan kondisi siswa. Permainan dapat dilaksanakan perorangan (satu lawan satu) atau berkelompok masing-masing dua siswa atau lebih (biasanya 4 pemain, dua lawan dua). Kocok semua kartu dan bagikan setiap pemain 4 kartu. Buka 1 kartu dari tumpukan kartu sisa di atas meja. Secara bergantian pemain menyambung kartu yang terbuka dengan nilai pecahan yang sesuai.Nilai pecahan yang sesuai dapat disambung antara gambar dengan gambar, gambar dengan angka, dan angka dengan angka, hanya saja angka dengan angka tidak boleh terbalik. Bila pada gilirannya, pemain tidak memiliki kartu yang sesuai, maka ia harus mengambil dari tumpukan kartu sisa sampai memperoleh kartu yang sesuai. Bila kartu siswa habis dan pemain tidak mempunyai kartu yang sesuai, maka dilewati oleh pemain berikutnya. Pemenang adalah pemain (atau kelompok pemain) yang pertama kali kartunya habis atau yang memiliki kartu yang sedikit.
Ternyata dengan menggunakan kedua pendekatan kontekstual dan metode permainan nilai rata-rata matematika pecahan pada kelas III SD Negeri Tanjungsari meningkat dari 55,43 menjadi 85,67.
OLEH :Â
Niken Ratnasari, S.Pd.SD
SD Negeri Tanjungsari