spot_img
28.8 C
Semarang
Jumat, 27 Juni 2025
spot_img

Pola Belajar Matematika Pada Masyarakat Bawah

Matematika menjadi salah satu ilmu yang diterapkan disepanjang hidupnya. Keseharian kita beraktifitas tak terlepas dari matematika, misal kita makan sehari tiga kali, seberapa banyak detak jantung berdenyut dalam satu menit, berapa banyak kalori yang dikeluarkan dalam olah raga dengan durasi waktu tertentu dan masih banyak contoh aktifitas lain yang terkait dengan matematika. Aktifitas sehari hari kita tanpa disadari berkaitan dengan matematika. Pola keseharian yang masyarakat lakukan merupakan wujud sebuah pemahaman konsep matematika sederhana yang dilakukan masyarakat berpendidikan dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi, sehingga pada intinya matematika merupakan ilmu aplikatif yang dapat diterapkan dikehidupan sehari hari.

     Pemahaman konsep dalam matematika memerlukan penalaran yang tidak mudah khususnya pada masyarakat bawah yang berpendidikan rendah. Sebagai contoh kalau kita amati transaksi jual beli pada pasar tradisional yang kebanyakan pelakunya masyarakat berpedidikan rendah akan tetapi mereka sangat pandai dalam berhitung perkalian tanpa menggunakan alat bantu berupa kalkulator ataupun kertas dan pena. Mereka dapat berhitung dengan cepat dan benar. Umumnya mereka menggunakan pola kelipatan sepuluh dalam operasi perkalian. Misal seorang tengkulak akan  membeli kelapa untuk ukuran kecil harga Rp 5.000,00 per biji dan ukuran besar harga Rp 7.000,00 per biji, ia membeli 8 kelapa ukuran kecil dan 12 kelapa ukuran besar. Ia akan menghitung untuk kelapa ukuran kecil Rp 5.000,00 dikali 10 kemudian dikurangi Rp 5.000,00 dikali dua hasilnya Rp 40.000,00, kemudian kelapa ukuran besar Rp 7.000,00 dikali 10 ditambah Rp 7.000,00 dikali dua hasilnya Rp 84.000,00. Kemudian kedua hasil tersebut dijumlahkan menjadi Rp 124.000,00. Perhitungan dengan pola seperti ini bila dilakuan berulang ulang maka akan menjadi terampil.  Ketrampilan seperti ini hanya dapat terjadi karena pembiasaan yang menerapkan pola hitung sederhana secara berulang ulang sehingga melahirkan konsep dalam berhitung matematika secara sederhana. Pola pola seperti itu sudah terbentuk pada kultur masyarakat sejak jaman dahulu menjadi cara yang memudahkan masyarakat dalam memahami konsep tersebut. Sesuai dengan pendapat Solso yang mendefinisikan konsep menunjuk pada sifat-sifat umum yang menonjol dari satu kelas objek atau ide yang dapat dibentuk melalui gambar visual dan kata bermakna atau semantik (Suharnan, 2005: 115). Dalam matematika ada prinsip prinsip yang ditemukan melalui pengalaman lapangan ada pula yang tanpa pengalaman lapangan ataupun malah secara intuitif (Soedjadi, 1999: 113). Dengan demikian sifat umum yang dominan disertai penekanan kata dalam intonasi disetiap perilaku dilapangan menjadikan mudah diingat dan dipahami meskipun kejadiannya selalu berbeda.

     Ketrampilan masyarakat bawah dalam bertransaksi ala warisan turun temurun masyarakat jaman dahulu menjadi masyarakat lebih mudah dan cepat dalam berhitung. Mereka akan merasa kesulitan bila menggunakan pola hitung seperti yang diajarkan di sekolah sekolah.  Keterampilan tersebut seperti berhitung, bernalar, berkomunikasi, menyajikan, berpikir kreatif , mandiri, dan sebagainya menjadi sarana belajar yang efektif mudah dan tepat guna ala mereka. Dengan demikian pola pola yang masyarakat dahulu lakukan jangan sampai dihilangkan agar kebutuhan pembelajaran bagi masyarakat bawah akan hal berhitung dapat terpenuhi.terutama pada masyarakat yang belum menyelesaikan pendidikan formal disekolah atau masyarakat putus sekolah.

 

Chabib Yuwono, S.Pd

Guru Matematika SMK Negeri 1 Bawen Kabupaten Semarang

spot_img

TERKINI