Generasi Beta merupakan generasi yang lahir di era digital, dari 2010 hingga 2025. Mereka memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda karena kemajuan dan kecanggihan teknologi. Bayangkan, seorang anak yang lahir pada tahun 2010 yang pertama kali menggunakan smartphone saat berusia beberapa tahun. Mereka mudah mendapatkan informasi karena mereka tumbuh dengan internet yang cepat dan luas. Selain itu, mereka terbiasa berkomunikasi secara instan melalui media sosial dan pesan instan. Mereka dapat menjadi pemimpin dan inovator di era komputer dan internet jika mereka menerima pendidikan yang tepat dan dukungan yang memadai. Tidak hanya Pendidikan digital, namun Pendidikan karakter perlu diterapkan pada generasi ini. Agar mereka mendapatkan keselarasan dan keseimbangan dalam hidup, selain mengikuti perkembangan zaman pada era digital namun juga mempunyai karakter dan budi pekerti yang baik.
Pendidikan budi pekerti sangat penting untuk membentuk karakter dan kepribadian yang baik dan menciptakan generasi yang bermoral dan bertanggung jawab. Pendidikan budi pekerti mengajarkan nilai-nilai moral, etika, dan akhlak mulia, sehingga seseorang dapat menjadi individu yang mandiri, empati, dan mampu berinteraksi dengan orang lain dengan baik. Pendidikan budi pekerti tidak hanya penting untuk individu tetapi juga untuk kemajuan negara. Generasi yang berakhlak mulia akan menjadi modal utama dalam membangun masyarakat yang harmonis dan sejahtera. Oleh karena itu, pendidikan budi pekerti harus menjadi prioritas utama dalam sistem pendidikan, baik di rumah, sekolah, maupun di masyarakat.
Menurut Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan nasional Indonesia, konsep “budi pekerti” adalah konsep yang mencakup nilai-nilai etika, moral, dan spiritual yang menjadi landasan bagi perilaku manusia. Konsep ini sangat penting untuk pendidikan karena dapat membentuk karakter siswa yang baik dan bertanggung jawab. Dengan memasukkan nilai-nilai ini ke dalam proses pendidikan, kita dapat menerapkan pembelajaran budi pekerti Ki Hajar. Guru dapat mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab kepada siswa mereka. Mereka juga dapat menjadi role model bagi siswa mereka dan memberikan contoh perilaku yang baik. Pendidikan budi pekerti pada era Generasi Beta dapat diterapkan dengan memasukkan nilai-nilai tersebut ke dalam kurikulum. Hal ini sudah diterapkan di SD Negeri 2 Trunuh, kecamatan Klaten Selatan, Klaten sejak Tahun Pelajaran 2024/2025. Dengan cara mengimplementasikannya dalam pembelajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler dan pmebiasaan-pembiasaan di sekolah serta rumah. Misalnya, mata pelajaran tertentu dapat mengajarkan siswa tentang pentingnya kejujuran,kerja keras dan berkreasi serta menghargai orang lain. Sekolah juga dapat mengadakan kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung nilai moral, seperti kegiatan sosial dan keagamaan. Hal tersebut menjadi pengaruh dalam pendidikan karakter, termasuk nilai-nilai moral dan budi pekerti.Seperti yang tertuang dalam buku Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books (Lickona, Thomas: 1991).
Membangun lingkungan sekolah yang baik dan mendukung adalah cara lain untuk menerapkan budi pekerti Ki Hajar Dewantara. Sekolah memiliki kemampuan untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung bagi siswa untuk belajar dan berkembang. Selain itu, sekolah memiliki kemampuan untuk membangun hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat secara keseluruhan untuk memupuk nilai-nilai luhur budi pekerti. Memahami kutipan dari Ki Hajar Dewantara, “Dengan budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.” (Ki Hadjar Dewantara, Tamansiswa Pusat), maka dengan mengintegrasikan dan menerapkan pendidikan budi pekerti pada Generasi Beta, kita dapat membantu mereka mengembangkan karakter dan moral yang baik, sehingga mereka dapat menjadi generasi yang sukses dan berkontribusi positif bagi keluarga, sekolah dan masyarakat.
Penulis
Oleh: Fitria Khusnul Khotimah
Mahasiswa Pascasarjana Prodi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta