32.1 C
Semarang
Jumat, 18 Juli 2025

Bekatul: Superfood Lokal Bernutrisi yang Terlupakan

JATENGPOS.CO.ID,  – Zaman yang terus berkembang membuat peran makanan saat ini tidak hanya digunakan sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan gizi dasar saja, tetapi juga dikembangkan untuk mendukung kesehatan tubuh. Oleh karena itu, tren superfood global seperti oat, chia seed, dan quinoa semakin meningkat. Tanpa disadari, Indonesia justru memiliki sumber pangan lokal yang bernilai gizi tinggi, tetapi masih kurang diperhatikan, yaitu bekatul. Bekatul merupakan lapisan halus yang berada di antara kulit ari dan bagian dalam beras, umumnya ikut terlepas saat proses penggilingan padi dan dianggap sebagai limbah.

Menurut Huang & Lai (2016), bekatul mengandung berbagai nutrisi dan senyawa bioaktif yang menjadikannya layak disebut sebagai superfood lokal. Senyawa bioaktif dalam bekatul di antaranya antosianin, proantosianidin (tanin), tokotrienol, tokoferol, gamma-oryzanol, fitosterol, serta senyawa fenolik yang berperan sebagai antioksi dan menjaga metabolisme, dan menurunkan kolesterol. Selain itu, bekatul juga kaya nutrisi, meliputi protein (11,5-17,2%), lemak (10-23%), karbohidrat (51,1-55%), serat pangan meliputi hemiselulosa (8,7-11,4%), selulosa (9–12,8%), pati (5–15%), serta β-glukan (1%). Oleh karena itu, bekatul berpotensi dijadikan bahan pangan fungsional atau superfood.

Meskipun kaya kandungan gizi, pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan masih terbatas karena dianggap sebagai limbah dan dengan kandungan lemak tak jenuh yang tinggi menjadikan bekatul rentan tengik saat penyimpanan. Hal tersebut dapat diatasi dengan pengolahan, seperti proses stabilisasi, penambahan enzim, fraksinasi, dan fermentasi (Alauddin dkk., 2017). Beberapa produk seperti minuman serbuk, biskuit kaya serat, dan susu dari bekatul mulai dikembangkan dan menunjukkan respons positif konsumen. Salah satu contohnya adalah pada penelitian Aulia dan Rahmawati (2023), dimana bekatul menjadi bahan baku pembuatan cookies yang mensubstitusi tepung hingga 30% dan menghasilkan produk yang disukai panelis dengan kandungan protein 5,63%, karbohidrat 57,86%, lemak 30,41%, dan serat kasar 1,92%. Produk lainnya berbasis bekatul juga banyak dikembangkan lebih lanjut mengikuti kesukaan konsumen.

Baca juga:  Bernyanyi Mister Bilabul Tingkatkan Hasil Belajar Matematika

Dari sisi ekonomi, pemanfaatan bekatul juga memiliki peluang besar. Indonesia sebagai produsen beras dapat menghasilkan ribuan ton bekatul setiap tahunnya. Berdasarkan data BPS (2024), produksi padi nasional mencapai 53,14 juta ton gabah kering giling (GKG) dan akan menghasilkan bekatul sekitar 5,3 juta ton (asumsi rendemen 10%).  Jika sebagian kecil saja limbah tersebut diolah menjadi produk pangan superfood, maka akan berkontribusi terhadap ketahanan pangan sekaligus perekonomian masyarakat secara signifikan. Oleh karena itu, sudah saatnya bekatul tidak lagi dipandang sebagai limbah penggilingan, melainkan sebagai aset strategis masyarakat dan negara kita. (*)

 

Penulis:

Dr. Fitry Fillianty, S.TP., M.Si.

(Dosen Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran)

 

Baca juga:  Alternatif Pembelajaran PKKR di Masa Pandemi

Sumber Pustaka:

Alauddin, M., Islam, J., Shirakawa, H., Koseki, T., Ardiansyah, & Komai, M. (2017). Rice Bran as a Functional Food: An Overview of the Conversion of Rice Bran into a Superfood/Functional Food. In Superfood and Functional Food – An Overview of Their Processing and Utilization.

Auliana, R., & Rahmawati, F. (2023). Kajian organoleptik dan kandungan gizi cookies bekatul. Ilmu Gizi Indonesia, 7(1), 95.

BPS. (2024). Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2024. https://www.bps.go.id.

Huang, Y. P., & Lai, H. M. (2016). Bioactive compounds and antioxidative activity of colored rice bran. Journal of Food and Drug Analysis.


TERKINI

Rekomendasi

Lainnya