JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Divisi Public Relationship Gaia Conservation menjalankan program kerja berupa kampanye bertema Konservasi Megafauna Hiu dengan judul “Save and Coexist with Shark”. Kegiatan tersebut diselenggarakan di tengah ajang Car Free Day Simpang Lima, Semarang, Minggu (4/3).
Juru bicara Gaia Conservation Yolanda Avigail mengatakan, penyelenggaraan kampanye dilakukan untuk menyuarakan penyelamatan hiu yang terus berkurang populasinya. Tidak kurang dari 100 juta ekor hiu diburu setiap tahunnya.
Ancaman kepunahan hiu ini dipicu oleh berbagai keadaan seperti eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. “Perkembangbiakan hiu tergolong lambat dan anaknya sedikit,” terang Yolanda melalui siaran persnya kepada Jatengpos.co.id.
Hal itu kian diperparah dengan adanya mata rantai perdagangan, tingginya permintaan pasar terhadap produk hiu dan lemahnya kebijakan perlindungan hiu yang turut mendorong berkurangnya populasi. Sementara itu, praktik “shark finning”, yaitu pemotongan sirip hiu dalam keadaan masih hidup merupakan kegiatan yang sedang marak akibat tingginya permintaan sirip hiu.
Hiu yang telah dipotong siripnya kemudian dibuang ke dalam laut. Hal ini tentunya akan membuat hiu mati secara perlahan didalam laut karena kehilangan alat geraknya.
Kampanye ini diawali dengan melakukan marching di sekitar Jalan Pahlawan dan kemudian dilanjutkan dengan pengedukasian secara langsung kepada masyarakat Semarang agar tidak mengonsumsi hiu dalam bentuk apapun.
Selain itu juga dijelaskan dampak dari mengonsumsi hiu, dimana hiu merupakan top predator yang memuncaki rantai makanan dalam ekosistem laut sehingga akan mengakumulasi berbagai macam logam berat.
Juru bicara lainnya, Radila Shafiya, mengatakan, organisasi di seluruh dunia, termasuk Badan Pelindungan Lingkungan Amerika Serikat (US EPA), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), menegaskan merkuri adalah racun neurotoksin berbahaya. Mereka memperingatkan wanita hamil, wanita yang berencana untuk hamil, atau anak-anak agar tidak mengonsumsi daging hiu.
Apabila manusia mengonsumsi logam berat, maka dapat meningkatkan risiko kerusakan otak, jantung, ginjal, sistem kekebalan tubuh, dan mandul.
Selain merkuri, racun dalam tubuh hiu adalah beta-n-Methylamino-L-alanine atau asam amino nonprotein yang diproduksi oleh sianobakteri. Hal ini ditemukan dalam penelitian yang dipimpin Kiyo Mondo dalam penelitian mereka pada tahun 2012.
Toksin ini memengaruhi sistem saraf sehingga dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit neurogeneratif seperti Alzheimer dan Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), yaitu penurunan fungsi otot secara cepat.
Kebanyakan sirip ikan hiu juga mengandung senyawa seperti hidrogen peroksida dan formaldehid, yang jika terus-menerus menumpuk pada tubuh dapat mengakibatkan kanker dalam hidung dan tenggorokan. Kegiatan yang berlangsung pada pagi hari tersebut mendapat tanggapan positif dari masyarakat Semarang,.
Hal ini ditandai dengan kontribusi masyarakat dalam menandatangani spanduk yang menyetujui adanya gerakan penyelamatan hiu. Bentuk dukungan ini diharapkan dapat mendorong perubahan perilaku masyarakat akan produk berbahan dasar hiu sehingga keseimbangan ekosistem laut dapat terjaga.(drh)