JAKARTA. JATENGPOS.CO.ID- Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho mengatakan tim di Bareskrim Polri saat ini sedang melakukan pendalaman terkait materi kasus yang dilaporkan oleh inisial AWW atas kasus pembocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilihan umum (pemilu) yang diduga dilakukan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana.
Irjen Sandi mengatakan, Denny sebagai terlapor dimintakan untuk dijerat dengan tindak pidana ujaran kebencian atau SARA. Juga menyangkut berita bohong atau hoaks. Serta penghinaan terhadap peguasa, dan pembocoran rahasia negara.
“Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri atas laporan tersebut,” ujar Irjen Sandi dalam siaran pers yang diterima wartawan pada Jumat (2/6/2023).
Sandi mengatakan, pelaporan tersebut dilakukan terhadap pemilik akun media sosial twitter @dennyindrayana, dan pemilik akun instagram @dennyindrayana99.
Penjeratan atas empat persangkaan itu, kata Irjen Sandi, pelapor meminta penyidik Bareskrim Polri menggunakan Pasal 45 A ayat (2), juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-undang (UU) 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Juga Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dan juga Pasal 112 KUH Pidana, serta sangkaan Pasal 207 KUH Pidana. Kata Sandi melanjutkan, terkait pendalaman kasus itu, penyidik, dalam penyelidikan kasus tersebut sudah menerima sejumlah saksi untuk dapat diperiksa atas nama WS, dan AnAF.
“Adapun uraian kejadian yaitu pada tanggal 31 Mei 2023 pelapor melihat postingan di media sosial Twitter dengan nama akun @dennyindrayana dan media sosial Instagram dengan nama akun @dennyindrayana99 yang memposting tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian (SARA), Berita Bohong (Hoax), Penghinaan Terhadap Penguasa dan Pembocoran Rahasia Negara,” begitu kata Sandi.
Pihak Denny Indrayana angkat suara setelah dirinya dilaporkan ke Bareskrim Polri buntut dugaan membocorkan putusan MK.
Kuasa hukum Denny, Muhammad Raziv Barokah, khawatir laporan tersebut justru mengalihkan fokus publik terhadap putusan MK terkait sistem pemilu. Dia pun berharap publik terus mengawasi keputusan MK soal sistem pemilu.
“Kami tidak menginginkan adanya pergeseran fokus isu advokasi yang diperjuangkan, yakni menjaga sistem pemilu Indonesia agar tetap demokratis sesuai rakyat,” ucap Raziv dalam keterangan tertulis yang diterima CNN Indonesia, Jumat (2/6).
Raziv mengaku telah mendapat kuasa untuk mewakili Denny Indrayana, jika kritik kliennya justru direspons dengan tindakan represif sejumlah oknum. Namun dia meminta aparat penegak hukum mengedepankan prinsip keadilan dan profesional.
Menurut Raziv, pernyataan Denny sejak awal soal dugaan MK bakal mengubah sistem pemilu bagian dari kebebasan berpendapat. Pernyataan itu kata dia juga banyak mendapat dukungan publik.
“Oleh karenanya, negara didorong untuk menyikapi kontrol publik tersebut dengan bijak, bukan dengan upaya kriminalisasi,” ucap Raziv.
Pelaporan terhadap Denny tertuang dalam dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI dengan pelapor atas nama AWW dan dilaporkan pada Rabu (31/5) .
Denny dilaporkan atas dugaan tindak pidana ujaran kebencian, berita bohong, penghinaan terhadap penguasa, dan pembocoran rahasia negara.
Laporan itu buntut pengakuan Denny soal informasi penting terkait gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK).
Denny menyebut, MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny dalam keterangan tertulis, Minggu (28/5) lalu. (cnn/dbs/muz)