Bencana Intai Warga Banjarnegara

Tujuh rumah di Banjarnegara terancam longsor. Tampak rumah itu milik Ali Sodikin (60), warga RT 4/RW 1 mengalami longsor pada Selasa (14/11) sore.

JATENGPOS.CO.ID, BANJARNEGARA –Tujuh rumah warga Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Kabupaten Banjarnegara terancam longsor. Bahkan satu di antaranya sudah longsor di bagian dapur.

Rumah itu milik Ali Sodikin (60), warga RT 4/RW 1 mengalami longsor pada Selasa (14/11/2017) sore. Menurutnya, kejadian tersebut bermula saat hujan lebat dari pukul 13.00 WIB hingga 15.00 WIB. Beruntung tidak ada korban jiwa.

“Saat itu hujan lebat dari siang, dan sekitar menjelang magrib longsor dan merusak rumah bagian dapur,” kata Ali di rumahnya, Rabu (15/11).
Saat ini, ia bersama kelima anggota keluarganya terpaksa mengungsi. Meski masih bisa ditempati, namun Ali mengaku khawatir sebab tembok rumah miliknya sudah retak-retak.

“Untuk tinggal di rumah ini saya takut. Sekarang mengungsi dulu di rumah adik saya yang juga berada di Desa Clapar,” ujarnya.

Perangkat Desa Clapar Rifkiyani mengatakan, rumah milik Ali Sodikin merupakan hasil dari rehab rumah tidak layak huni (RTLH) tahun 2017. Namun, karena kondisinya saat ini, terpaksa 6 jiwa penghuni rumah tersebut mengungsi.

“Untuk sementara pagar rumah belakang sudah diberi penutup terpal. Sehingga saat hujan air tidak masuk rumah,” kata Rifkiyani.

Dia mengatakan saat ini ada tujuh rumah di Desa Clapar yang terancam tanah longsor. Tiga rumah yang berada di RT 4/RW 1 dan 4 rumah yang berada di RT 1/RW 1 Desa Clapar. Dari jumlah tersebut, baru keluarga Ali Sodikin yang saat ini sudah mengungsi.

“Ada dua titik yang rawan longsor, karena kondisi tanah di Desa Clapar memang labil. Sehingga kalau musim hujan harus lebih waspada,” kata dia.

Sementara itu di Desa Clapar, rumah lokasi bagi korban longsor tahun 2016 lalu dirasakan juga rawan bencana. Di rumah relokasi yang baru ditempati 6 bulan, saat hujan lebat lebih dari satu jam, air ada yang masuk ke dalam rumah.

Seperti yang dirasakan Juni Ayu (26) warga korban longsor yang terjadi awal tahun 2016 lalu. Ia sudah sekitar 6 bulan tinggal di rumah relokasi. Sebelumnya, mengungsi di rumah saudara karena rumah miliknnya terkena tanah longsor tahun 2016 lalu.

“Sekarang baru tujuh rumah yang ada di area relokasi. Kebetulan rumah saya berada di bagian atas, dan saat hujan, tanah di tanaman salak di atasnya terus longsor,” ungkapnya.
Ia mengatakan setiap hari jika turun hujan harus membuang material tanah yang berada di depan rumahnya. Apalagi air hujan pasti masuk rumah jika terjadi hujan lebat. Hal tersebut membuat rumah yang dihuni 3 jiwa ini menjadi becek karena masih beralas tanah.

“Kalau hujan air masuk seperti kolam. Jadi untuk saat ini tidak berani menaruh barang-barang di lantai,” tuturnya.

Juni berharap, agar kebun salak yang berada di atas rumahnya diberi penguat. Sehingga, tanah tidak terus bergerak ke arah tembok rumahnya. Meski saat ini tembok masih kuat menyangga beban tanah tersebut, namun ia mengaku khawatir jika terjadi hujan lebat.

“Kalau untuk kebutuhan air sudah ada di tempat relokasi, hanya listrik yang sampai sekarang belum ada,” kata dia.

Untuk diketahui, sebelumnya belasan rumah warga di Desa Clapar rusak akibat tanah longsor pada tahun 2016 lalu. Warga yang menjadi korban terpaksa pindah ke tempat relokasi sesuai rekomendasi kajian badan geologi.(dtc/udi/mg8)