JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Terinspirasi dari kisah Ong Budiono, ketua RT 02 RW 02 ,Semarang Barat yang menagih iuran wajib RT kepada warga pendatang, yaitu bos PT Sinergi Niagatama Indonesia (SNI) Setiadi Hadinata. Kisah itu berujung penjara di Mabes Polri selama 10 hari dan berakhir dengan vonis bebas murni.
Buku berjudul “Keadilan Pak RT, Menagih Iuran RT Berujung Keadilan (Quo Vadis Penegak Hukum)” karangan doktor ilmu filsafat lulusan Universitas Melbourne, Australia, Yusak Bambang Hermawan, Phd dilauncing perdana di Baron Resto, Semarang, Jumat (16/11)
Hadir dalam launcing tersebut, tim kuasa hukum Ong, Osward Feby Lawalanta dan Ishak Rosumbre, sejumlah warga Kenconowungu, dan penulis, serta sejumlah organisasi masyarakat. Yusak Bambang Hermawan sendiri merupakan penulis di berbagai macam penerbit.
Dia adalah, alumni STM Theresiana Semarang, sarjana Seminari Alkitab Asia Tenggaara (SAAT) Malang, lulusan Magister Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Jogjakarta dan terakhir lulusan doktor ilmu filsafat lulusan Universitas Melbourne, Australia. Ia tercatat sudah banyak menghasilkan banyak karya, salah satunya novel fiksi yang menceritakan premanisme di Semarang.
“Saya awalnya tidak paham cerita pak Ong bagaimana Tapi di media sosial dan di beberapa pemberitaan ternyata ada masalah tersebut, akhirnya saya menanyakan ke yang bersangkutan dan mencari tahu,”cerita Yusak Bambang Hermawan, mengawali launcing buku.
Menurut doktor lulusan Australia in, kisah ini menjadi unik dan menggelitik, karena di RT 2 RW 2 sendiri kehidupan warga masyarakatnya sangat rukun, damai dan harmonis. Namun akhirnya harus tercoreng karena ulah satu warga pendatang. Sehingga dalam buku ini ada bagian khusus yang membahas tentang harmoni kehidupan warga masyarakat di RT 02 RW 02 tersebut. Selain itu, ia juga membuat tanggapan dari ceritanya.
“Saya mempertanyakan apa yang terjadi sampai BAP (berita acara pemeriksaan) begitu mudah dilakukan aparat penegak hukum. Sehingga masalah integritas oknum penegak hukum juga perlu dipertanyakan,”katanya.
Selanjutnya dia juga mengatakan bahwa Buku “Keadilan untuk Pak RT” setebal 170 halaman ini di selesaikan dengan tempo kurang lebih sebulan karena data data yang ada cukup lengkap, baik dari dakwaan, pembelaan, hingga putusan dan data data pendukung lainnya sehingga pengarang tidak menemukan kesulitan dalam penulisannya.
“Ini kasus kemanusiaan menurut saya. Kalau ada orang hukum yang mau melanjutkan kasus ini akan lebih baik, buku ini juga bentuk kritis untuk aparat penegak hukum juga, agar tidak terlalu mudah menetapkan seseorang dengan status tersangka,”ujarnya.
Ia juga menambahkan Buku “Keadilan Untuk Pak RT” sudah dicetak sebanyak 5ribu eksemplar, namun ada sudah 2 ribu buku yang dibeli masyarakat. Bukunya sendiri dijual di sejumlah secara online lewat media sosial dengan harga Rp 72ribu. Terkait kasus tersebut, ia melihat memang, Pembina Pengurus Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) Semarang tersebut di kriminalisasi.
“Pesan moral yang ingin kami sampaikan kemanusiaan itu sendiri. Hukum jangan dibuat main-main, di negara ini, karena begitu mudahnya polisi melakukan BAP pada masyarakat, jadi harus bisa melihat imbasnya kalau tak terbukti,”ungkapnya.
Sementara itu, Ong Budiono, mengaku dirinya merupakan manusia yang selalu berpihak pada kebenaran, yang selalu bertanggung jawab dalam setiap cerita kehidupannya. Namun dalam kasus tersebut, kebetulan saja Wakil Ketua Gerakan Masyarakat Perangi korupsi (GMPK) Kota Semarang itu, yang menerima getah dari kasus penagihan iuran RT yang sudah menjadi tanggung jawabnya selama ini. Untuk itu, peluncuran buku ni juga sebagai bentuk pelajaran bagi orang orang yang bernasib sama seperti dirinya.
“Sepanjang sejarah buku ini akan berbicara terus. Kalau saya sudah mengadu ndak ada respon, biar melalui buku ini bercerita terus. Siapapun yang melakukan kejahatan harus mendapatkan hukuman yang setimpal, maka saya pastikan sampai matipun, akan menuntut keadilan atas kasus yang menimpa saya,”tandas Caleg DPRD Kota Semarang dari Partai Berkarya ini.
Terkait kasusnya, memang betul betul butuh perjuangan untuk memenangkannya, sehingga dirinya benar-benar bebas murni. Namun ia menyayangkan, karena sempat ditahan 10 hari di Mabes Polri, sehingga nama baiknya sempat han mecur. Ia mengklaim, dalam memperjuangkan kasusnya tersebut sama sekali tak mengeluarkan uang untuk tim advokatnya.
“Tapi sekalipun ndak bayar jasa advokat, saya terharu bisa dibela maksimal oleh kuasa hukum saya. Bagi saya uang bukan untuk mengatur manusia, karena sebagai manusia kita dilahirkan dengan nyawa. Maka dari itu, orang-orang yang terlibat dalam kasus kriminalisasi saya harus dibongkar,”ungkap Ketua RT yang sudah menjabat 15 tahun tersebut.
Sedangkan, Osward Feby Lawalanta, yang memberikan kata pengantar dalam buku tersebut, menyampaikan, buku tersebut adalah ungkapan curahan hati dan kegelisahan yang dialami oleh seorang Ketua RT,yang sudah bekerja melayani masyarakat tiada henti tanpa menerima upah sepeserpun, namun pada akhirnya dikriminalisasi. Menurutnya, iuran RT adalah hukum atau kesepakatan yang terjadi di masyarakat. Hanya saja, pihaknya mengaku bangga, karena semua hakim akhirnya bisa memberikan putusan bebas dari semua tingkatan sidang.
“Sumber buku ini, juga ada dari dakwaan, eksepsi dan putusan-putusan serta berkas lainnya.Ini langkah dan upaya mengembalikan nama baik Ong Budiono, bagaimana mungkin urusan RT yang eksekusi bareskrim, sehingga kasusnya aneh, makanya kita sampaikan fakta dan kebenaran yang ada,”imbuh Ishak Rosumbre. (ita/drh)