
JATENGPOS.CO.ID, UNGARAN–Masyarakat luas tentu tidak asing dengan Tahubaxo Ibu Pudji sebagai oleh-oleh khas Ungaran, Kabupaten Semarang. Sukses diraih pemilik usaha ini ternyata tidak mudah. Banyak cerita dan kiat khusus dijalani hingga bisnis makanan kecil tahu bakso ini berhasil mencapai sukses.
Pudjijanto (64) pemilik tahubaxo Ibu Pudji menuturkan, bahwa kisah sukses dari usaha kecil hingga berkembang pesat, tidak luput dari komitmen dijalani bersama keluarga dan karyawannya.
Ditemui JATENG POS dalam sesi wawancara podcast Inspiring untuk JatengPos TV youtube di kediamannya Jalan Kutilang Raya, Susukan, Kecamatan Ungaran Timur, Pudjijanto menyebutkan sukses usaha ditekuni tidak lepas dari kegigihan bersama istrinya, Sri Lestari (64) atau lebih dikenal panggilan Ibu Pudji.
Berangkat dari usaha membuat camilan tahu bakso kecil-kecilan yang dijajakan dari kantor ke kantor, sedikit demi sedikit usaha dirintis mulai menunjukkan peningkatan. Itupun dijalani dengan susah payah dari hanya bermodalkan tenaga kerja mengandalkan keluarga kecilnya.
“Tahun 1995 kita mulai memproduksi itu pun tidak setiap hari. Seminggu 2 atau 3 kali yang setiap produksi 100 sampai 150 biji tahu bakso. Awalnya kami jual di kantor-kantor, khususnya di Disnaker (Dinas Tenaga Kerja, red) Kabupaten Semarang tempat saya bekerja sebagai PNS (saat itu, red),” tuturnya mengawali cerita.
Bermodal dari gaji kecil-kecilan, usaha ini ditekuni bersama istri dan tiga orang anaknya yang mulai dewasa. Sebelum berangkat kerja ia membantu istri membelanjakan bahan-bahan tahu bakso. Sekitar pukul 09.00 setelah tahu bakso masak, istrinya mengantar ke kantor untuk dijajakan. Ia sendiri sebagai PNS aktif membantu jualan saat jam istirahat.
Upaya dijalani dengan kerja keras karena camilan buatannya saat itu belum banyak dikenal masyarakat.
“Sebetulnya pembuat tahu bakso sudah ada sejak lama, hanya saja untuk konsumsi keluarga dan ketika ada hajatan. Belum ada yang menjual langsung, karena itu menjualnya pun cukup susah, orang belum banyak mengenal,” tambahnya.
Namun, ia optimis jika usaha yang dirintisnya bakal berkembang. Setidaknya ketika dijual di kantor-kantor cukup laku. Bermodal tekad tersebut ia tetap melanjutkan usahanya meski peningkatannya tidak secepat yang dibayangkan.
Produksi tahu bakso yang dirintis pertama kali dinamai Tahubaxo “Kepodang” menyesuaikan tempat tinggal sekaligus untuk produksi saat itu di sebuah gang sempit di Jalan Kepodang, Kelurahan Ungaran, Ungaran Barat.
“Selain jualan dari kantor ke kantor juga berjualan menggunakan gerobak dorong di perempatan gang dekat rumah.
Dari hasil jualan terkumpul sedikit modal kemudian dapat menambah lagi gerobak dorong untuk jualan di depan masjid Istiqomah Jalan Raya Diponegoro Ungaran,” ungkapnya.

Ditambahkan, ia mulai berjualan di depan masjid Istiqomah mulai April 1997. Di sini peningkatan usaha mulai dirasa semakin besar, hingga pada Agustus 1997 menambah gerobak lagi untuk berjualan di pasar Bandarjo Ungaran.
“Kebetulan anak saya sekolah di SMAN 1 Ungaran dekat masjid Istiqomah, jadi ia turut membantu pagi hari sebelum masuk sekolah mengeluarkan gerobak yang kita titipkan di masjid. Istri saya (Ibu Pudji, red) selesai masak langsung berjualan di gerobak hingga siang bersamaan anak pulang sekolah,” urainya.
Dilanjut sore hari setelah ia pulang kerja, meneruskan jualan hingga malam hari.
Baru pada tahun 2002 tempat usahanya pindah di Jalan Kutilang Raya. Itupun dilakukan dengan penuh pengorbanan.
“Jadi ceritanya rumah saya di Kepodang tahun 1996 saya jual, uangnya saya gunakan untuk membeli tanah di Jalan Kutilang. Sejak itu saya mengontrak rumah yang saya jual itu hingga berjalan selama 6 tahun,” urainya.
Usaha terlihat mulai terasa menggeliat setelah rumah di Jalan Kutilang selesai dibangun. Di situ jadi tempat produksi dan berjualan sekaligus tempat tinggal bersama keluarga.
“Kemajuan usaha makin terasa setelah pindah di pinggir jalan. Meski di kampung tapi orang mudah menjangkaunya. Produksi yang awalnya sehari 100 sampai 150 biji terus mengalami peningkatan. Keuntungan kami menabung untuk beli tanah, kemudian membuat bangunan untuk outlet,” tuturnya.

Hasilnya, tahun 2007 ia bisa membangun outlet di Jalan Letjen Suprapto Ungaran, tepatnya di depan gedung PKK yang lokasinya sangat strategis. Grengseng kepopuleran Tahubaxo Ibu Pudji kala itu semakin cepat tersebar luas. Masyarakat yang berpergian melintas di Kota Ungaran tidak lupa mampir ke outlet tersebut.
“Alhamdulillah dari sini usaha terus meningkat. Hingga sekitar 2 tahun kemudian membuka satu lagi outlet di Jalan Jenderal Sudirman Langensari Ungaran, tepatnya di sudut jalan masuk stadion Pandanaran Wujil,” ungkapnya.
Bak gayung bersambut, outlet barunya tersebut tidak kalah ramai dengan outlet sebelumnya. Namun ujian kemudian dialaminya. Outlet di Jalan Letjen Suprapto terpaksa ditutup. Pasalnya, sering kali pihak-pihak terkait mendatangi dan mengingatkan jika kendaraan pembeli mengganggu ketertiban lalu lintas.
“Di jalan itu (Letjen Suprapto, red) lalu lintas semakin ramai, merupakan jalur exit tol Ungaran. Jadi banyak kendaraan pembeli yang parkir di pinggir, itu dinilai mengganggu ketertiban lalu lintas. Outlet itu sempat kami tutup beberapa tahun,” tuturnya.
Masalah tersebut dapat terselesaikan setelah di tahun 2014, Pudjijanto mampu membangun outlet cukup luas dan artistik di Jalan Diponegoro Ungaran, tepatnya di tapal batas Kota Ungaran. Di sini tidak sekedar berjualan oleh-oleh khas, sekaligus dijadikan resto aneka menu tahu bakso dan makan khas olahan ibu Pudji.
“Setelah outlet dan resto di tapal batas buka pembeli tersebar di outlet-outlet yang ada. Tidak ngumpul lagi, karena itu outlet di Letjen Suprapto kemudian kami buka kembali. Alhamdulillah lancar,” tandasnya.

Terhitung menekuni usaha tahu bakso sudah sekitar 25 tahun ini, kini Tahubaxo Ibu Pudji sukses mengembangkan outlet lainnya hingga ke Kota Semarang. Setiap hari kini mempekerjakan 100 lebih karyawan, dengan produksi 10.000 lebih biji per hari.
Menurut Pudjijanto sukses diraih tidak lepas dari kerja keras dan ikhtiar yang dijalani dengan tekun. Apa yang sudah diraihnya, ia tidak pernah melupakan niat awal ketika memulai usaha.
“Kuncinya, niat kita bekerja adalah ibadah, berapapun hasil selalu bersyukur. Selalu mendekatkan diri kepada Allah, apa yang kita raih tidak lepas dari campur tangan Allah,” tandas kakek 11 cucu ini.
Komitmen tersebut ia juga tanamkan kepada seluruh karyawan dengan membekali ilmu agama melalui pengajian diadakan rutin di setiap unit usaha dan outlet Tahubaxo Ibu Pudji. Sebulan sekali diadakan pengajian diisi kajian agama mendatangkan ustad dan kiai.
Sebagian keuntungan kerja kerasnya tersebut juga ditasyarukan untuk membiayai Pondok Pesantren (Ponpes) Tahfidzul Quran dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Husna Lestari di Tambongwetan, Kalikotes, Klaten yang ia bangun tahun 2010 lalu.
Karyawan diajarkan agar rajin berinfak menyisihkan hasil kerjanya dengan membuatkan kotak amal di semua tempat usahanya. Mereka juga dibekali keahlian usaha sesuai keinginannya agar kelak dapat membuka usaha sendiri.
“Karyawan saya dorong untuk bisa mandiri sesuai keinginan dan kemampuannya. Saya berharap mereka nantinya bisa mandiri,” pungkasnya. (muz)