JATENGPOS.CO.ID, UNGARAN – Peningkatan penyebaran COVID-19 di Kabupaten Semarang berdampak meningkatnya kesibukan tim relawan pemakaman jenazah yang terkonfirmasi COVID-19. Di sisi lain, banyak cerita didapat saat pemakaman, khususnya di malam hari.
Dalam sehari tim rata-rata mengubur antara 6 sampai 15 jenazah Covid. Diantara kesibukan dan kelalahan dirasakan, tim relawan masih sempat menanggapi dengan gurauan, adanya kejadian aneh yang dialami.
“Bukan cerita tentang jenazah Covid kita sudah biasa menanggani dan merasakan prihatin. Kita selalu mendoakan mereka. Tapi kejadian-kejadian aneh maupun berbahaya dialami tim,” ungkap koordinator Relawan Tim Pitu, Slamet Udin (51) didampingi rekannya, Bagong (47) kepada Jateng Pos, Senin (12/7).
Seperti dituturkan Bagong, kejadian beberapa kali dialami saat pemakaman di malam hari, sering melihat hal-hal dirasa ganjil di sekitar pemakaman. Ketika menunggu jenazah datang tim relawan yang sudah berpakain hazmat, kadang melihat asap berwujud seperti sesosok terbang di atas makam lalu menghilang.
“Pernah kita mengalami karena kelamaan menunggu jenazah, kita yang berjumlah 7 orang tidur-tiduran di pinggir kuburan. Mendadak ada yang njawil (mencolek, red), teman yang dijawil spontan menanyakan siapa yang usil. Tahu-tahu seperti ada sosok masuk ke dalam kuburan,” ujar Bagong.
Menurutnya, kejadian aneh dialami terutama saat menunggu jenazah datang. Pasalnya, sesuai aturan tim pemakaman harus sudah berada di lokasi meski jenazah masih di rumah sakit.
“Pernah kita menunggu malam hingga pagi hari. Informasinya jenazah sampai di pemakaman pukul 23.00 malam, namun baru sampai pukul 08.00 pagi. Semalaman dengan pakaian Hazmat kita menunggu di kuburan,” tuturnya.
Meski menunggu cukup lama para relawan selalu menanggapi dengan santai sambil bergurau seperti sedang tidak terjadi apa-apa. Hal itu dibiasakan untuk tetap bersemangat membantu pemakaman. Memahami aturan jenazah Covid harus segera dimakamkan meski tengah malam.
“Kejadian-kejadian aneh terutama di tempat pemakaman tua dan tempat pemakaman orang lama. Penampakan kadang wujud pocong, kejadian itu sudah biasa,” tambahnya.
Tim Pitu atau dimaknai sebagai Pitulungan (pertolongan, red) berjumlah 7 orang, lanjut Bagong, merupakan gabungan relawan dari beberapa komunitas dan instansi. Bertujuh mereka bahu-membahu melakukan pemakaman yang semua jenazah ditutup peti kayu.
“Susahnya kalau diantara tim kami ada yang sedang ngedrop (sakit, red) kita kekurangan personil pemakaman. Untuk pemakaman prokes tentu hanya orang khusus. Pernah kita memaksakan tetap melakukan penguburan meski kurang personil,” cerita Bagong.
Kejadian dialami saat kekurangan personil, lanjut Bagong, ketika pemakaman dilakukan hanya 4 orang karena yang lain ngedrop, terjadi peristiwa yang membuatnya miris.
“Karena kurang personil, kekuatan kita jadi berkurang. Saat hendak menurunkan peti teman yang berada dalam lahat tertimpa peti. Saat itu jenazah juga orangnya besar dan berat. Beruntung tidak mengalami apa-apa cuma merasakan ngilu di bagian pundaknya,” ungkapnya. (muz)