COCA-COLA EUROPACIFIC PARTNERS INDONESIA menempatkan pengelolaan kemasan plastik pascakonsumsi dalam kerangka ekonomi sirkular. Maka pendekatan bisnis yang dilakukan, selain dirancang untuk menjaga kelestarian lingkungan, juga harus menciptakan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
BAGI banyak orang hari Minggu adalah waktu meliburkan diri dari kesibukan. Tapi tidak bagi Supriyati. Perempuan paruh baya warga Randugunting, Bergas Kabupaten Semarang itu justru punya tugas khusus. Bangun pagi-pagi, ia pergi ke Pos Kamling di depan rumahnya. Merapikan tempat, menyiapkan timbangan dan buku catatan, serta menanti kedatangan warga untuk menimbang sampah.
“Macam-macam jenis sampah yang dibawa ke sini, dari botol plastik sampai kertas dan besi bekas,” kata pegiat Bank Sampah Maju Jaya itu, awal Desember lalu. Selain ditimbang, ia melanjutkan, sampah dipilah sebelum disetor ke pengepul.
Tak hanya di dusun tempat Supriyati tinggal, kesibukan Minggu pagi semacam itu juga berlangsung di 4 dusun dan wilayah RT lain di Randugunting. Bermula dari bank sampah di satu atau dua dusun pada 2019, kini total ada lima bank sampah di Randugunting. Maju Jaya, Kebonan Berseri, Wanita Utomo, Jaya Makmur, dan Maju Makmur dengan total 142 nasabah. Umumnya mereka wanita.
Dengan menjadi nasabah, menurut dia, mereka bisa menyisipkan sedikit uang tabungan belanja. Selain itu, lingkungan menjadi bersih karena masyarakat tak sembarangan membuah sampah. “Ada perubahan perilaku di kampung kami. Mereka yang semula seenaknya buang sampah, kini tidak lagi. Karena mereka tahu, sampah-sampah tersebut bisa dijual dan menghasilkan uang,” katanya.
Dyah, seorang nasabah bank sampah yang lain, mengatakan menjadi nasabah bank sampah berarti bekerja dan menghasilkan uang tanpa harus meninggalkan sepenuhnya urusan domestik. “Justru kegiatan bank sampah ini erat hubungannya dengan pekerjaan rumah tangga,” katanya.
Penanganan sampah di Indonesia terus menjadi sorotan. Mengutip data yang dipublikasikan Marketing.co.id baru-baru ini, timbunan sampah di Indonesia mencapai 67,8 juta ton per tahun pada 2020 dan diperkirakan meningkat 5 persen per tahun.
Dari jumlah total sampah itu, 15 persennya merupakan sampah plastik. Persoalan kian tajam setelah mayoritas sampah plastik tak mampu dikelola secara baik. Di Jawa misalnya, 88,17 persen sampah plastik berakhir di Tempat Pembuangan Akhir atau berserakan di lingkungan.
Persoalan lain, bukit sampah di TPA terus menggunung. Pembukaan lahan baru untuk TPA kerap menyisahkan masalah. Di Kabupaten Semarang contohnya, wacana pencarian lahan baru untuk TPA bergulir sejak 2018. Namun, pemerintah tak kunjung menemukan lahan pengganti untuk TPA Blondo, Bawen. “TPA itu sekarang sudah over kapasitas,” kata Manajer Komunikasi dan Kerjasama Publik Yayasan Bintari Semarang Amalia Wulansari.
Yayasan Bintari merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan. Pada 2019, lembaga yang berkantor di Semarang itu berkolaborasi dengan Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia) untuk mempromosikan pelestarian lingkungan pada masyarakat. Salah satu bentuknya inisiasi pendirian bank sampah di Desa Randugunting.
Sebagai catatan, 37,3 persen sampah di Indonesia pada 2020 berasal dari rumah tangga. Atau, bahkan dari 175 ribu ton sampah per hari, 60 persen adalah sampah rumah tangga. “Tanpa inovasi dan inisiatif bersama antara masyarakat, pemerintah, dan swasta, penanganan masalah sampah akan sulit dilakukan,” katanya.
Di sisi lain, melalui Peraturan Menteri LHK No.75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, pemerintah mematok agar industri mengurangi sampah plastik hingga 30 persen. “Ini komitmen pelestarian lingkungan yang progresif,” kata Regional Corporate Affairs Manager-East CCEP Indonesia Armytanti Hanum Kasmito.
Menurut dia, CCEP Indonesia menempatkan pengelolaan kemasan plastik pascakonsumsi dalam kerangka ekonomi sirkular, baik secara nasional maupun global. Maka pendekatan bisnis yang dilakukan, selain dirancang untuk menjaga kelestarian lingkungan, juga harus menciptakan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
Ia mengatakan komitmen itu diterapkan dengan cara mengurangi penggunaan plastik (reduce) dan merancang ulang (redesign) kemasan plastik. Sebagai contoh, CCEP Indonesia mengurangi penggunaan plastik sebesar 28,5 persen di seluruh kemasannya. Sedangkan di sisi rancang ulang kemasan, pada awal 2020 lalu, CCEP Indonesia mengubah botol hijau yang ikonik Sprite menjadi botol bening. “Pengepul sampah lebih mudah menerima botol bening karena bisa didaur ulang,” katanya.
Selain sektor hulu, CCEP Indonesia juga memperkuat sektor hilir dalam proses daur ulang.
Pada April 2021, CCEP Indonesia dan Dynapack Asia bekerja sama mendirikan fasilitas daur ulang Polyethylene Terephthalate (PET) seluas 20 ribu meter persegi di Bekasi, Jawa Barat. Investasi senilai 50,51 juta Dolar Australia (setara Rp556,2 milyar) itu dijadwalkan beroperasi pada Maret 2022 dengan kapasitas produksi mencapai 25 ribu ton per tahun.
Melibatkan sektor informal seperti agregator dan pemulung untuk mempercepat pengumpulan PET, industri ini dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja lebih luas dan menjadi pusat daur ulang plastik. “Ini bagian dari upaya collection and recycling yang kami lakukan,” katanya.
Kerja Keras dan Cerdas untuk Pelestarian Lingkungan
Bukan saja mendatangkan keuntungan ekonomi, pohon yang ditanam juga menjaga kelestarian lingkungan dan mengurangi pemanasan global.
Tangan Rubiyanto cekatan mengupas kulit batang bibit jambu. Ia lalu menempelkan mata tunas dari batang pohon jambu berbeda di bekas kupasan dan membalutnya dengan selembar plastik kecil. “Beres,” kata lelaki berusia 50an tahun, warga Dusun Glodogan Desa Harjosari, Bawen itu.
Ada kepuasan tergambar di wajahnya. Tugas mempraktikkan okulasi dari Rosikun, praktisi okulasi di pusat agrowisata di Kabupaten Semarang, tuntas dalam waktu singkat. Bersama 10 warga desa tetangga, asal Kecamatan Bergas dan Bawen, Rubi adalah peserta pelatihan okulasi yang diselenggarakan Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia) di Coke Forest, Selasa 7 Desember 2021.
Rubi, begitu warga dusun memanggilnya, sehari-hari bekerja sebagai pencari rumput. Tapi di musim tertentu, ia berjualan buah. Lantaran akrab berwirausaha buah-buahan, sejak beberapa tahun lalu ia coba-coba menanam aneka buah di kebun milik saudaranya dan lahan-lahan tetangga.
Agar pohon produktif dan menghasilkan buah berkualitas, ia belajar cara mengembangkan produk pertanian secara otodidak melalui internet. “Saya sering lihat di Youtube cara setek, sambung, dan okulasi, tapi kalau belajar langsung dari ahlinya baru sekarang ini,” katanya.
Okulasi merupakan upaya meningkatkan mutu tumbuhan dengan cara menempelkan sepotong kulit pohon bermata tunas pada irisan kulit pohon lain. Tujuannya untuk menggabungkan kualitas masing-masing tanaman sehingga mendapatkan varietas tumbuhan yang lebih baik.
Suyadi, Penyuluh Pertanian Cabang Dinas Kehutanan Wilayah III Jawa Tengah yang hadir dalam pelatihan itu, mengatakan peningkatan pengetahuan petani terhadap teknologi pertanian diharapkan mampu mendorong kesadaran menaman pohon. Sementara buah yang dihasilkan mendatangkan keuntungan ekonomi, pohon yang ditanam sekaligus mampu menjaga kelestarian lingkungan dan mengurangi dampak pemanasan global.
Coke Forest merupakan lahan seluas 9.100 meter persegi yang dikelola CCEP Indonesia di Bawen, Kabupaten Semarang. Selain menjadi wahana serapan air, fasilitas itu juga dimanfaatkan menjadi pusat pembibitan dan wahana pendidikan lingkungan.
Ditumbuhi lebih dari seribu pohon, tercatat ada 134.440 bibit disemai dan didonasikan ke masyarakat sepanjang 2017-2021 dari tempat ini. Jenis bibit yang dikembangkan beragam, dari pohon jambu, nangka, durian, alpukat, sawo, hingga jenis pohon kayu. Selain itu, dengan sistem bagi hasil dengan petani penggarap, lahan ini juga menghasilkan donasi 500 kilogram beras per tahun.
Komitmen pendidikan lingkungan diwujudkan dalam berbagai kegiatan edukatif. Di antaranya Fun Learning yang melibatkan ratusan siswa SD dari sekolah-sekolah di sekitar pabrik. Melalui program itu, anak-anak diajak mencintai lingkungan sejak dini melalui kegiatan pemanfaatan botol plastik bekas sebagai media pembibitan tanaman.
“Kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat selalu kami rancang dengan mengombinasikan kepentingan lingkungan dan ekonomi,” kata Regional Corporate Affairs Manager-East CCEP Indonesia Armytanti Hanum Kasmito.
Misalnya saja, ia melanjutkan, Coke Forest menggelar pelatihan hidroponik pada akhir September 2021 lalu. Hidroponik adalah metode budidaya tanaman dengan memanfaatkan air sebagai media tanam. Perawatan tanaman mudah, keuntungannya pun banyak. Siklus hidup tanaman lebih pendek sehingga cepat panen dan kualitas sayuran yang dihasilkan juga lebih baik.
Kegiatan yang diikuti para nasabah bank sampah binaan CCEP Indonesia itu diharapkan mampu mendorong pemanfatan kembali botol-botol plastik bekas sebagai wadah tanam. Sehingga selain sayuran hasil panen bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, sampah plastik tak harus berakhir di Tempat Pembuangan Akhir.
Inovasi pengurangan emisi rumah kaca juga diimplementasikan dengan mengadopsi energi bersih. Dari penggunaan lampu LED dan gas alam, hingga pemasangan atap panel surya -yang dimulai- di Pabrik Bekasi, Jawa Barat pada 2019. Panel surya seluas 72 ribu meter persegi (tercatat paling luas yang terpasang di instalasi manufaktur se-Asia Tenggara) itu mampu menghasilkan 9,6 juta kWh energi listrik dan mengurangi emisi karbon sebesar 8,9 juta kilogram per tahun.
Berbagai upaya pelestarian lingkungan terus mendapat pengakuan dari para pemangku kepentingan. Di Kabupaten Semarang, Bupati Semarang Ngesti Nugraha mengganjar CCEP Indonesia dengan penghargaan lingkungan dalam peringatan hari ulang tahun Kabupaten Semarang ke-500 pada 15 Maret 2021 lalu.
Menurut dia, perlu kerja sama antara semua elemen masyarakat dan pemangku kepentingan untuk menyukseskan pembangunan daerah. “Dengan kerja keras, cerdas, dan ikhlas sesuai dengan profesinya,” katanya dalam sambutan pada peringatan yang digelar di halaman kantor bupati, Ungaran. (ril/muz)