Demi Peningkatan Ekonomi, Pemprov Jateng Harus Dorong Ekspor

JATENGPOS.CO.ID, Solo – Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah harus mampu mendorong ekspor untuk meningkatkan ekonomi Jateng.

“Agar pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dapat lebih tinggi, perlu upaya mendorong pertumbuhan ekspor dengan melihat potensi unggulan Jawa Tengah dan tingkat investasi yang lebih tinggi,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah Soekowardoyo pada acara High Level Meeting di Hotel Alila Solo, Senin.

Ia mengatakan sejak 2013 neraca perdagangan Jawa Tengah tercatat selalu defisit. Berdasarkan data, pada 2018 defisit neraca perdagangan Jateng tercatat sebesar 8,19 miliar dolar AS atau meningkat 75,57 persen secara “year on year” atau tahunan.

“Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang relatif terbatas di tengah signifikannya pertumbuhan impor,” katanya.

iklan
Baca juga:  PAN Kabupaten Semarang Konsolidasi All Out Menangkan Ngesti Nugraha-Arifah

Ia mengatakan untuk meningkatkan ekspor, pengembangan industri manufaktur perlu diprioritaskan pada industri yang berkontribusi besar terhadap ekspor Jawa Tengah seperti komoditas tekstil dan produk tekstil (TPT), kayu dan mebel, serta makanan dan minuman.

“Pada sektor TPT dan makanan minuman, meskipun mencatatkan kontribusi ekspor yang tinggi namun juga memiliki kandungan impor yang cukup besar,” katanya.

Dengan demikian, dikatakannya, pengembangan industri hulu di dua sektor tersebut untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku menjadi sangat penting seperti pembangunan atau perluasan industri benang dan kain pada sektor TPT.

Sebelumnya, dikatakannya, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2019 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya terutama bersumber dari ekspor luar negeri seiring dengan pelemahan permintaan global.

Baca juga:  Sinyal Kuat Sudaryono - Gus Yusuf Duet Maju Pilgub Jateng 2024

Di sisi lain, sektor investasi mengalami petumbuhan sebesar 6,57 persen secara yoy.

“Pertumbuhan investasi pada triwulan laporan terutama dipengaruhi oleh investasi nonbangunan berupa pembelian barang modal terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan pembangkit listrik. Meski demikian, pertumbuhan investasi bangunan tidak setinggi pertumbuhan triwulan sebelumnya karena telah berakhirnya proyek-proyek infrastruktur pemerintah,” katanya. (fid/ant)

iklan