Dinilai Partisan dan Pengkhianatan Demokrasi

DKPP Berhentikan Wahyu Setiawan

TIM HUKUM PDIP DATANGI KPK :Koordinator Tim Hukum DPP PDIP I Wayan Sudirta (kedua kanan) mengisi buku tamu setibanya di gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (16/1/2020). Kedatangan Tim Hukum DPP PDIP tersebut untuk melapor kepada Dewan Pengawas KPK terkait kasus dugaan suap yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan politikus PDIP Harun Masiku. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.
TIM HUKUM PDIP DATANGI KPK :Koordinator Tim Hukum DPP PDIP I Wayan Sudirta (kedua kanan) mengisi buku tamu setibanya di gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (16/1/2020). Kedatangan Tim Hukum DPP PDIP tersebut untuk melapor kepada Dewan Pengawas KPK terkait kasus dugaan suap yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan politikus PDIP Harun Masiku. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.

JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam sidang putusan perkara pelanggaran etik nomor 01-PKE-DKPP/I/2020 menyebutkan sikap komisioner KPU Wahyu Setiawan yang bersifat partisan merupakan pengkhianatan terhadap demokrasi.

“Sikap dan tindakan yang berpihak dan bersifat partisan kepada partai politik tertentu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi,” kata anggota Majelis Sidang DKPP Ida Budhiati, di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, sebagai anggota KPU Republik Indonesia seharusnya Wahyu menjadi contoh dan teladan dengan menunjukkan sikap penyelenggara yang kredibel dan berintegritas bagi penyelenggara pemilu secara nasional.

“Namun rangkaian perilaku yang menunjukkan keberpihakan dan bertindak partisan hingga berujung pada penangkapan dan penetapan tersangka dugaan menerima suap meruntuhkan kemandirian, kredibilitas, dan integritas penyelenggara pemilu yang wajib dijaga dan dipertahankan dalam segala situasi apapun,” katanya.

Oleh karena itu, Wahyu terbukti melanggar Peraturan DKPP 2 Tahun 2017 tentang pedoman perilaku penyelenggara pemilu, Peraturan KPU 8 Tahun 2019 tata kerja KPU.

“Tindakan teradu secara nyata melanggar pasal 8 peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman perilaku yang berbunyi menghindari pertemuan yang dapat menimbulkan kesan publik adanya pemihakan dengan peserta pemilu,” ucapnya.

Ketentuan tersebut, kata dia, lebih lanjut diterjemahkan dalam pasal 75 ayat 1 Peraturan KPU Nomor 8 tahun 2019 tentang tata kerja KPU yang menegaskan larangan untuk melakukan pertemuan dengan peserta pemilu atau tim kampanye di luar kantor sekretariat sekretariat atau di luar kegiatan kedinasan lainnya.

“Teradu bebas melakukan pertemuan dengan peserta pemilu (di luar kantor),” ujarnya.

Disamping itu ketua dan anggota KPU terkesan melakukan pembiaran terhadap tindakan partisan Wahyu Setiawan.

“Ketua dan anggota KPU terkesan melakukan pembiaran tanpa berusaha mencegah, pertemuan teradu dengan peserta pemilu di luar kantor sekretariat KPU merupakan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,”katanya.

Pimpinan KPU tersebut, tidak mengambil tindakan padahal pertemuan Wahyu Setiawan yang dilakukan secara bebas dengan peserta pemilu di luar kantor itu telah dilaporkan.

“Namun ketua dan anggota lainnya tidak mengingatkan bahwa tindakan teradu melanggar peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 bahkan Peraturan KPU,” ucapnya.

Terkait dengan hal tersebut DKPP lanjut dia perlu mengingatkan ketua dan anggota KPU untuk mengefektifkan sistem pengendalian internal.

Pengendalian tersebut sesuai menurut dia tentunya merujuk peraturan DKPP 2 Tahun 2017 tentang pedoman perilaku penyelenggara pemilu, Peraturan KPU 8 Tahun 2019 tata kerja KPU

Pada sidang pembacaan putusan yang digelar pada Kamis (16/1), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Wahyu Setiawan sebagai komisioner KPU.

”Teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, berdasarkan pertimbangan tersebut di atas DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Wahyu Setiawan selaku anggota komisi pemilihan umum republik Indonesia sejak putusan dibacakan,” kata Ketua Majelis Hakim Muhammad.

Selain itu, putusan DKPP tersebut juga memerintahkan kepada Badan pengawas Pemilu Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan putusan.

“Dan Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini paling lambat 7 hari sejak putusan ini dibacakan,” ujarnya.(ant/udi)