JATENGPOS.CO.ID, PEKALONGAN – Alokasi gas 3 kilogram di Kota Pekalongan mengalami pengurangan sebanyak 1000 tabung per hari dari alokasi normal sekitar 11.000 sampai 12.000 tabung per hari. Pengurangan ini merupakan kebijakan PT Pertamina untuk mengatur stok agar mencukupi hingga akhir tahun. “Dalam APBNP 2017, alokasi subsidi gas 3 kg dikurangi secara nasional. Sehingga dampaknya sampai ke Jateng juga. Kalau di Pekalongan, memang sekitar 1000 tabung per hari pengurangannya. Jadi per agen, ada pengurangan alokasi sebanyak 200 tabung di tiap agen. Karena kita memiliki lima agen,” tutur Kabag Perekonomian Pemkot Pekalongan, Betty Dahfiani Dahlan.
Namun, kalau dihitung secara matematika pengurangan 1000 tabung atau 200 tabung gas 3 kg di tiap agen tidak berdampak signifikan terhadap peredaran gas 3 kg di lapangan. Sebab, i distribusi Elpiji 3 kilogram pada bulan November di Kabupaten Pekalongan adalah 785.880 tabung dan di Kota Pekalongan kota sebanyak 326.440 tabung. “Saya kira pengaruhnya tidak besar. Agen dikurangi 200 tabung, mereka masih memiliki banyak. Sehingga menurut kami ini tidak berdampak signifikan,” tambahnya.
Soal keluhan masyarakat sulit mencari gas 3 kg sekarang ini, lebih disebabkan karena distribusi tak tepat sasaran. Yakni penggunaan gas 3 kg oleh rumah makan besar, oleh pengusaha batik besar, ternak ayam dan masyarakat yang mampu. “Karena distribusinya yang tidak tepat sasaran itu yang menyebabkan gas 3 kg sulit dicari. Kami akan terus mengedukasi masyarakat termasuk dalam rapat TPID mendatang, kami akan undang beberapa pengusaha untuk kami beri edukasi agar berpindah menggunakan gas 5,5 kg,” jelasnya.
Rencananya, pemerintah akan menerapkan sistem distribusi tertutup, serupa pemberian bantuan sosial. Pemerintah hanya akan mendistribusikan gas 3 kg kepada 40 persen masyarakat termiskin. “Targetnya paling cepat APBNP 2018. Karena pemerintah masih harus menyusun regulasi, infrastruktur dan sistemnya. Pemerintah juga akan bekerjasama dengan TNP2K karena mereka yang memiliki data masyarakat miskin,” terang Betty. Sekarang ini, masyarakat mengeluhkan sulitnya mencari gas 3 kg. Sebnagian warga terpaksa menggunakan kayu bakar. Padahal, Pemkot juga sudah menggelar operasi pasar sejak Jumat (17/11), Senin (20/11) dan Selasa (21/11).
Kelangkaan gas melon juga terjadi di Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang. Dampaknya, masyarakat yang kesehariannya sebagai pedagang makanan banyak beralih menggunakan kayu bakar. Selain kesulitan mendapatkan Gas subsidi, harga Gas melon di Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang tembus Rp 22 ribu/ tabung. Padahal, aturanya harga hanya Rp 15 ribu. Sebelumnya, harga gas berkisar Rp 17.000 sampai Rp 18.000/tabung. Disinyalir, di wilayah Kajen, Kota Pekalongan dan Batang distribusi Gas melon banyak salah sasaran. Gas bersubsidi yang seharusnya hanya untuk warga miskin, prakteknya digunakan untuk pengolahan batik, ternak ayam, warung makan dan usaha lainya. Perlu pengawasan lebih ketat pada agen agen gas agar patuh aturan. Sekarang ini, dari 10 agen LPG yang di Kabupaten Batang, semuanya mengaku kekurangan pasokan.
Selain itu, kelangkaan gas LPG 3 Kg di Kabupaten Batang juga karena agen maupun pangkalan dari Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan sementara tidak bisa memasok LPG 3 Kg ke Kabupaten Batang pasca pengurangan pasokan dari Pertamina. Padahal, konsumsi gas LPG 3 Kg di Batang cukup tinggi. Meski melanggar aturan, biasanya selama ini sejumlah agen di Pekalongan ikut memasok LPG ke Kabupaten Batang. Tak pelak, harga eceran tertinggi (HET) di Batang melonjak sampai 23 ribu/tabung. Bahkan di daerah pelosok, bisa mencapai Rp 25 ribu/tabung. Padahal, sesuai SK Gubernur Jateng, harga gas 3 kg di agen Rp 14.250. Sedang kalau pengecer beli ke pangkalan jatuhnya Rp 15.500. (nul/dik)