JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) sukses melakukan Responsif Gender dalam penyusunan kebijakan.
Hal ini sesuai Inpres No 9 tahun 2000 yang mengamanatkan agar program pembangunan pada umumnya dapat merespon potensi, permasalahan, kebutuhan, dan kepentingan sumberdaya manusia yang menjadi subyek pembangunan, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
“Untuk itu semua lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah wajib mengintegrasikan aspek gender dalam penyusunan kebijakan, program dan kegiatan sesuai tupoksi,” ujar Direktur Jenderal PSP Dadih Permana.
Bahkan Kementan meraih penghargaan tertinggi Anugerah Parahita Ekapraya (APE) 2018 kategori mentor, tingkat kementerian/lembaga (K/L). Kementan dianggap menjadi kementerian yang memiliki komitmen dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam program dan kegiatannya.
Ditjen PSP sudah membuat kegiatan percontohan dalam tema optimasi lahan responsif gender sejak tahun 2012 dan terus berkelanjutan. Di antaranya Pengembangan Irigasi Partisipatif (PIP) Responsif Gender, Pilot Project Optimasi Lahan Responsif Gender melalui kegiatan Konservasi Lahan, Pilot Project Optimasi Lahan Responsif Gender melalui kegiatan Pemanfaatan Lahan Pekarangan dan Pilot Project Optimasi Lahan Responsif Gender melalui kegiatan Integrasi Lahan Sawah dan Ternak Itik.
Kemudian ada Pilot Project Optimalisasi Lahan Responsif Gender melalui Pengintegrasian Ternak Kelinci dengan areal tanaman pangan/hortikultura, Pilot Project Optimalisasi Lahan Responsif Gender melalui Pengintegrasian Ternak Kelinci, Kambing dan Itik, dan Pilot Project Optimalisasi Lahan Responsif Gender melalui Pengintegrasian Ternak Kambing.
“Pilot percontohan Pengembangan Irigasi Partisipatif (PIP) Responsif Gender dilaksanakan P3A Triguna Tirta di desa Srikayangan, Sentolo, Daerah Istimewa Yogyakarta,” ungkapnya.
Sementara, Pilot Project Optimasi Lahan Responsif Gender melalui konservasi lahan dilaksanakan di dua provinsi. Yakni Jawa Barat (Kabupaten Bogor) dan Jawa Tengah (Kabupaten Purbalingga dan Banjarnegara).
“Kegiatan optimasi lahan melalui konservasi lahan ini ditujukan untuk mencegah degradasi lahan, erosi, banjir dan lainnya. Melalui kegiatan dem farm dan pelatihan dengan melibatkan patisipasi petani laki-laki dan perempuan serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani serta kesejahteraan keluarga petani,” papar Dadih.
Kegiatan Pemanfaatan Lahan Pekarangan dilaksanakan di lima propinsi. Di antaranya Jawa Barat (Kabupaten Bogor), Jawa Tengah (Kota Semarang), DIY (Kota Sleman), Jawa Timur (Kabupaten Jombang) dan Banten (Kota Serang).
Sementara Integrasi Lahan Sawah dan Ternak Itik dilaksanakan di dua provinsi. Yakni Jawa Barat (Kabupaten Subang dan Cirebon) dan Jawa Tengah (Kabupaten Banyumas dan Cilacap).
Pilot Project Optimalisasi Lahan Responsif Gender melalui Pengintegrasian Ternak Kelinci dengan Areal Tanaman Pangan/Hortikultura, dilaksanakan di propinsi Jawa Tengah (Kabupaten Banyumas dan Banjarnegara) dan Jawa Timur (Kabupaten Malang dan Bojonegoro).
Kegiatan Pengintegrasian Ternak Kelinci, Kambing dan Itik, telah dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Karo), Sumatera Barat (Kabupaten Bukittinggi), Jawa Barat (Kabupaten Bandung), Jawa Tengah (Kaupaten Purbalingga, Wonosobo, Banyumas, Banjarnegara), dan Jawa Timur (Kabupaten Klaten dan Malang).
Pengintegrasian Ternak Kambing, telah dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Karo), Jawa Barat (Kabupaten Bandung, Ciamis, Cirebon dan Kuningan), NTB (Kabupaten Sumbawa), Jawa Timur (Kabupaten Klaten), dan Jawa Tengah (Kabupaten Banjarnegara dan Banyumas).
Sekretaris Dirjen PSP Kementan Mulyadi Hendiawan menambahkan, sesuai hakekat Pengarusutamaan Gender yaitu pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. Khususnya pertanian dan memberikan manfaat yang dapat dirasakan oleh semua pihak.
“Tujuan pelaksanaan kegiatan percontohan berbasis responsif gender ini untuk meningkatkan partisipasi dan kesadaran petani (laki-laki dan perempuan) dalam kegiatan optimalisasi lahan. Selanjutnya, akhir dari kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan, yang dampaknya dirasakan oleh keluarga petani serta masyarakat sekitar (laki- laki, perempuan dan anak-anak),” jelas Mulyadi.(*)